Caleg Eks Napi Koruptor, Pentingnya Pemilih Tahu Rekam Jejak Calon Legislatif
Sebelum menentukan pilihannya, pemilih wajib mengetahui rekam jejak para peserta Pemilu 2024, termasuk adanya calon legislatif eks napi koruptor
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Pesta demokrasi rakyat Indonesia tidak lebih dari sebulan lagi dilaksanakan tepat pada 14 Februari 2024.
Masyarakat yang tergolong pemilih berhak menentukan suaranya untuk pemilhan legislatif (Pileg) hingga pemilihan presiden (Pilpres).
Sebelum menentukan pilihannya, pemilih wajib mengetahui rekam jejak para peserta Pemilu 2024.
Termasuk di antaranya adalah calon legislatif yang bakal dipilih dari tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga DPR RI.
Hal ini agar terhindar dari salah pilihan lantaran berpotensi ditemui calon legislatif yang merupakan eks narapidana, satu contohnya mantan napi koruptor.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati mengatakan, masyarakat harus mengetahui rekam jejak calon pemimpin, mulai dari legislatif maupun dalam kontestasi capres hingga cawapres.
“Terwujudnya pemimpin profetik (jujur,adil, berintegritas, berpihak pada rakyat) harus didukung dengan parlemen yang baik,” kata Neni, Rabu (17/1/2024).
Menurutnya, selama ini masyarakat lebih melihat rekam jejak kontestan Pilpres, sedikit mengabaikan dinamika di Pileg.
“ Jadi jika masyarakat hanya fokus pada pilpres tapi meminggirkan isu pileg itu juga keliru,” sebut Neni.
Dia mengkritisi keterbukaan informasi tentang calon legislatif yang dia sebut, ditutup tutupi.
“Hanya permasalahan untuk mencari rekam jejak saat ini publik mengalami hambatan yang cukup serius terutama pada keterbukaan informasi. Jika kita buka di info pemilu milik KPU ada caleg yang dibuka daftar riwayat hidupnya ada yang ditutup,” jelas dia.
Baca juga: Jombang Menggugat Gelar Tadarus Awal Tahun Kupas Tuntas Buku Hitam Prabowo
Catatannya, dari total 28 caleg eks napi koruptor, 17 di antaranya disembunyikan statusnya sebagai eks napi koruptor.
“Integritas sejak awal sudah bermasalah, bagaimana jika masyarakat memilih eks napi koruptor itu yang secara sengaja disembunyikan statusnya oleh KPU,” beber Neni.
Manipulasi data seperti ini merebut hak rakyat, pemilih untuk mengetahui kebenaran soal rekam jejak mereka.