3 Capres Bicara soal LHKPN: Anies Ancam Lakukan Demosi, Ganjar Bawa Konsep Whistle Blower, Prabowo?
Anies, Prabowo, dan Ganjar bicara soal LHKPN ketika menghadiri acara Penguatan Antikorupsi untuk Capres-Cawapres 2024 yang diselenggarakan KPK, Rabu.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Tiga calon presiden (capres) menghadiri acara Penguatan Antikorupsi untuk Capres-Cawapres 2024 (PAKU Integritas) yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (17/1/2024) malam.
Dalam acara ini, masing-masing capres, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo menyampaikan gagasannya soal pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam acara ini ialah terkait Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
Capres nomor urut 1 Anies Baswedan mengaku setuju perihal optimalisasi LHKPN sebagai salah satu instrumen untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Apabila terpilih sebagai Presiden ke-8 Indonesia, Anies akan memberikan sanksi kepada pejabat negara yang tak patuh melaporkan harta kekayaannya.
Misalnya, sanksi demosi (pemindahan suatu jabatan ke jabatan yang lebih rendah) ataupun reposisi (penempatan ke jabatan yang berbeda atau baru).
"Yang kedua, adalah seperti dikatakan tadi, optimalisasi LHKPN, kami setuju bila tidak itu dilaksanakan, maka bisa dilakukan demosi, reposisi, atau sanksi yang lain," tuturnya di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Sementara itu, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengusulkan konsep whistle blower terkait LHKPN.
"Penguatan LHKPN itu didorong dengan memperbuat whistle blowing dari masyarakat," ungkap Ganjar.
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu mengatakan, masyarakat yang menjadi whistle blower akan dilindungi identitasnya.
Meski begitu, konsep itu harus didukung dengan bukti yang valid, tidak sembarang tuduh.
Baca juga: Bandingkan Janji Berantas Korupsi: Anies Revisi UU KPK, Ganjar Perkuat Penegak Hukum, Kalau Prabowo?
"Dijamin kerahasiaannya. Dan tentu dengan anonim dan evidenmis yang memang betul-betul terjadi," ujarnya.
Ganjar Pranowo juga menekankan soal pentingnya pejabat negara mematuhi LHKPN.
Menurutnya, kepatuhan terhadap LHKPN merupakan satu di antara kunci-kunci penting untuk memberantas korupsi.
"LHKPN bukan cerita yang sulit. Ketika macet, ternyata kuncinya gampang: undang LHKPN, suruh ngisi saat itu. Selesai semuanya," jelas Ganjar.
Pernyataan Prabowo
Memiliki pandangan tak jauh berbeda dengan Anies, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto meminta pejabat yang tidak jujur melaporkan LHKPN supaya diberikan sanksi.
Menurutnya, pelaporan LHKPN secara transparan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi.
Prabowo berpendapat cara ini ampuh untuk mengawasi harta kekayaan para pejabat negara.
"Kita tegakkan semua undang-undang yang perlu ditegakkan. Bila perlu, pembuktian terbalik. Tidak perlu kita tunggu delik pengaduan, tetapi seorang pejabat yang mau menjabat jabatan penting harus transparan, harus bisa dilihat."
"Karena itu, saya sangat mendukung LHKPN untuk ditegakkan dan diberi sanksi manakala LHKPN itu tidak jujur. Semua kekayaan harus dilaporkan," kata Prabowo.
Bagi mantan Komandan Jenderal Kopassus itu, pendekatan tersebut merupakan pendekatan yang paling realistis.
Nantinya, penindakan LHKPN yang tidak jujur juga dibarengi dengan perbaikan kualitas hidup para pejabat negara.
"Jadi intinya demikian, pendekatan secara realistis, sistemik. Kita perbaiki kualitas hidup, kita jamin kualitas hidup sehingga tidak terjadi suatu hal yang tidak masuk akal."
"Sebagai contoh, pejabat yang mengendalikan anggaran kontrak-kontrak besar itu diperlakukan sama dengan pejabat yang tidak punya tanggung jawab sebesar itu," terangnya.
Ketua KPK Berharap Ada Sanksi Tegas
Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, menyatakan dibutuhkan sanksi tegas kepada pejabat negara yang tak taat melaporkan harta kekayaannya melalui LHKPN.
Tak adanya sanksi yang tegas, sambungnya, membuat banyak pejabat mengabaikan pelaporan LHKPN.
Pernyataannya ini dilandasi oleh tidak adanya pasal yang mengatur pemberian sanksi di UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"Penguatan instrumen LHKPN, UU Nomor 28 Tahun 1999, yang menjadi dasar bagi KPK melakukan pendaftaran serta pemeriksaan LHKPN."
"Namun undang-undang ini tidak menyebutkan sanksi yang tegas, selain sanksi administrasi untuk ketidakpatuhan terhadap kewajiban."
"Akibatnya, saat ini kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh 10.000 dari 371.000 penyelenggara negara," ujarnya.
Dia juga berharap pejabat publik yang menyembunyikan hartanya dan tidak terdaftar dalam LHKPN supaya diberhentikan.
Di sisi lain, Nawawi meminta kepada siapa pun capres-cawapres yang nanti terpilih pada Pilpres 2024 agar menjadikan LHKPN menjadi salah satu kriteria ketika akan mengangkat seorang pejabat publik.
"Kami mohon capres-cawapres terpilih nantinya, menjadikan LHKPN dan hasil pemeriksaan LHKPN sebagai salah satu kriteria promosi pengangkatan seseorang dalam jabatan publik."
"KPK siap menyampaikan hasil pemeriksaan LHKPN kepada Presiden untuk ditindaklanjuti," harapnya.
(Tribunnews.com/Deni/Ashri Fadilla/Igman Ibrahim/Yohanes Liestyo)