Budiman Sudjatmiko Sebut Wajar Jika Presiden Memihak di Pilpres: Jokowi Berbicara Sebagai Individu
Menurutnya, Jokowi berbicara mengenai dukungan pada pemilihan presiden hanya dalam kapasitasnya sebagai individu, bukan sebagai kepala negara.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Acos Abdul Qodir
![Budiman Sudjatmiko Sebut Wajar Jika Presiden Memihak di Pilpres: Jokowi Berbicara Sebagai Individu](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/budiman-sudjatmiko-123222.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pakar TKN Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, Budiman Sudjatmiko menilai wajar jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) memihak ke salah satu aslon pada Pemilihan Presiden (pilpres) 2024.
Menurutnya, Jokowi berbicara mengenai dukungan pada pemilihan presiden hanya dalam kapasitasnya sebagai individu, bukan sebagai kepala negara.
"Joko Widodo adalah seorang makhluk politik, Joko Widodo seorang manusia politik. Tentu saja Pak Jokowi berbicara sebagai seorang individual politik ya bukan sebagai kepala negara tapi sebagai individu. Beliau adalah seorang manusia yang punya hati dan pikiran dan punya rasa nyaman," ucap Budiman saat ditemui awak media di Kertanegara, Kebayoran, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2024).
Mantan politikus PDIP ini menyatakan, kesalahan Presiden Jokowi yakni hanya jujur menyatakan akan memihak pada Pilpres 2024. Padahal, Presiden Jokowi hanya ingin menentukan pilihan terhadap sosok yang bisa meneruskan kepemimpinannya.
"Mungkin satu kesalahan pak jokowi dia jujur mengatakan kalau dia individu yang punya rasa, karsa, dan punya asa. punya rasa, kehendak, dan harapan," katanya.
"Sebagai individu boleh dong jadi menurut saya Pak Jokowi berbicara sebagai manusia pada umumnya, sebagai warga negara pada umumnya, sebatas presiden tidak mencabut haknya sebagai individu," sambungnya.
Sebelumnya, Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto, mengungkap sentimen negatif kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mengalami peningkatan. Bahkan, sentimen negatif kepada Eks Gubernur DKI Jakarta itu capai minus 96 persen.
Baca juga: Video Tantang Capres Mengaji Tuai Hujatan, Kartika Putri: Di Luar Ekspektasi Aku
Andi mengungkap hal tersebut terungkap dari hasil media analytic yang dikaji internal TPN Ganjar-Mahfud. Baginya, sentimen negatif kepada Jokowi sudah dimulai sejak ayah dari Gibran Rakabuming Raka itu turut berkomentar soal debat ketiga.
"Debat ketiga antara capres yang terutama terkait dengan isu pertahanan negara yang dikomentari oleh Pak Jokowi menjadi debat jangan personal, debat harus tentang data, data tidak bisa diumbar, itu menghasilkan sentimen negatif ke presiden karena dianggap cawe-cawe ke urusan pilihan presiden," ucap Andi dalam konferensi pers di media center Ganjar-Mahfud, Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Andi menyebut sentimen negatif kepada Presiden Jokowi pun terus meningkat sejak saat itu. Bahkan sebulan terakhir, Presiden sentimen negatif itu mencapai minus 96 persen.
"Dalam 1 bulan terakhir, sentimen negatif ke Pak Jokowi itu berada di angka minus 62 persen, lalu dalam 7 hari terakhir lompat ke angka 93 persen, lalu ketika kami zoom hari ini hanya dengan melihat platform twitter sentimen negatif ke Pak Jokowi terkait dengan pernyataan Pak Jokowi di Halim kemarin itu minus 96 persen," ucapnya.
Baca juga: Sindir Dinasti Politik Melalui Rekayasa Hukum, Mahfud MD: Jorok Kalau Dilakukan
Oleh sebab itu, Andi mengingatkan bahwa hasil media analytic itu menunjukkan bahwa warganet ingin Presiden Jokowi netral dalam pilpres kali ini. Sebab, ia tidak ingin adanya conflict of interest.
"Netizen tidak ingin melihat Pak Jokowi memiliki keberpihakan yang didasari conflict of interest karena anaknya menjadi cawapres atau anaknya menjadi ketua umum partai, sementara identitas partai dari Pak Jokowi belum berubah. Kami melihat ada sentimen negatif muncul karena itu," katanya.
Lebih lanjut, Andi menuturkan bahwa warganet ingin Presiden Jokowi fokus untuk menyelesaikan masa jabatannya sampai 20 Oktober 2024. Apalagi, dunia sedang banyak mengalami krisis.
"Misalnya yang kita lihat juga dengan itu adalah harga nikel yang terus cenderung turun dalam satu bulan terakhir. Banyak hal yang harus dikerjakan oleh presiden sehingga cawe-cawe presiden ke pemilu yang kemudian dibaca sebagai conflict of interest karena ada dua anaknya yg terlibat aktif dalam pemilu cenderung menghasilkan sentimen negatif kepada presiden," tukasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.