Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Butet Kartaredjasa Sering Sampaikan Kritik, Ganjar: Itulah Dinamika, Penguasa Harus Peka & Tak Pekok

Ganjar Pranowo mengatakan, kritik yang disampaikan budayawan dan seniman kepada penguasa seharusnya dimaknai sebagai cara untuk mengingatkan lebih pek

Editor: Wahyu Aji
zoom-in Butet Kartaredjasa Sering Sampaikan Kritik, Ganjar: Itulah Dinamika, Penguasa Harus Peka & Tak Pekok
Dokumentasi tim media Ganjar Pranowo
Calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyapa massa yang hadir dalam Hajatan Rakyat Yogyakarta, di Alun-Alun Wates, Kulonprogo, Yogyakarta, Minggu (28/1/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA  - Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo mengatakan, kritik yang disampaikan budayawan dan seniman kepada penguasa seharusnya dimaknai sebagai cara untuk mengingatkan agar lebih peka.

Pernyataan itu, disampaikan Ganjar saat menceritakan tentang sosok Budayawan asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa, pada Hajatan Rakyat Yogyakarta di Alun-Alun Wates, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu (28/1/2024).

"Mas Butet ini seorang budayawan, seorang seniman, yang ternyata untuk manggung saja enggak gampang," kata Ganjar, dalam orasi politik di acara Hajatan Rakyat Yogyakarta.

Dia menceritakan, Butet pernah menyampaikan bahwa undangan manggung di radio sampai diatur tidak boleh ngomong politik.

Jadi Butet boleh manggung tapi tidak boleh ngomong pilitik.

"Maka manggungnya gagal dan dipindah ke Yogya, karena kebetulan saya dan Pak Mahfud sekolah di Yogya, jadi kita nonton manggungnya Mas Butet. Dan, memang nyebelin, karena isinya kritik tok," kata Ganjar yang langsung disambut gelak tawa masyarakat yang hadir di Alun-Alun Wates.

Menurut Ganjar, kritikan yang disampaikan budayawan dan seniman adalah dinamika yang dapat disikapi sebagai bentuk perhatian atau pengingat bagi para penguasa.

Berita Rekomendasi

Hal itu, lanjutnya, biasanya dimaksudkan agar penguasa bisa terusik nuraninya dan menjadi peka, sehingga tidak semena-mena atau berbuat semaunya.

"Itulah dinamikanya agar penguasa selalu diingatkan dan bisa mengasah rasa, sehingga menjadi peka dan akhirnnya tidak menjadi pekok (bebal, bodoh atau nyeleneh)," ujar Ganjar.

Dengan seni dan budaya, lanjutnya, kepekaan dapat diasah dan dirasakan pemerintah dan masyarakat Indonesia, sehingga menjalankan peran masing-masing tanpa nyeleneh atau melanggar aturan.

"Dengan seni, dengan budaya, dengan kepekaan yang kita miliki. Maka, insya Allah kita tidak menjadi pekok," ujar Ganjar.

Sebelumnya dalam acara Hajatan Rakyat Yogyakarta, Butet membacakan 7 pantun secara maraton. Pantun tersebut, sarat dengan kritikan terhadap sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang didukungnya untuk menjadi Presiden RI saat Pilpres 2014 dan 2019.

Dari 7 pantun yang dibacakan, 5 di antaranya berisi kritikan terhadap Jokowi sebagai kepala negara yang seharusnya tidak memihak, dan menggunakan fasilitas negara, bahkan membagikan sembako yang dinilai sebagai kampanye terselubung.

Menariknya, Butet juga menyinggung tentang revolusi mental yang dulu menjadi slogan yang diusung Jokowi saat maju pada kontestasi Capres dalam pantun yang dibuatnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas