Polemik Soal Presiden Boleh Kampanye, Pengamat: Jokowi Kesulitan Memisahkan Ranah Privat dan Publik
Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) kesulitan memisahkan antara ranah privat dan publik.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) kesulitan memisahkan antara ranah privat dan publik.
Hal tersebut terkait pernyataan Jokowi yang menyebut, presiden dan menteri boleh memihak dan ikut berkampanye dalam pemilihan umum (Pemilu).
"Yang menjadi concern adalah apa kemudian impact-nya kalau misalnya kemudian presiden tidak mampu secara konkret memisahkan antara domain privat dan domain publik," kata Khoirul, dalam diskusi secara virtual bertajuk 'Presiden Berkampanye?' yang digelar Universitas Pramadina, pada Senin (29/1/2024).
Khoriul menekankan, meski aturan perundang-undangan memperbolehkan seorang presiden berkampanye, menurutnya, soal pembatasan juga perlu dipahami secara personal oleh Presiden Jokowi sendiri.
"Karena sebenarnya di pasal 299 (UU Pemilu) memang memperbolehkan (presiden kampanye) dengan segala tafsirnya, di pasal 304 ada larangan dengan segala tafsirnya. Tetapi, esensi pembatasan adalah presiden harus bisa memisahkan mana dia bergerak dalam ruang privat, mana dia harus bergerak dalam ruang publik," jelas Khoirul.
"Problemnya tampaknya Pak Jokowi itu kesulitan untuk memisahkan antara ruang privat dan ruang publik. Sehingga ketika dia bermanuver, dia berstatement, dia melakukan sikap, ya dia Jokowi dan dia juga presiden," ucapnya.
Baca juga: Serangan & Kritik Keras ke Jokowi Soal Presiden Boleh Kampanye, Direspons Makan Bakso Bareng Prabowo
kata Khoirul, pembatasan tersebut tidak mampu dipahami secara personal oleh Jokowi.
Hal itu tercermin dalam praktik politik Jokowi yang berbeda dengan pernyataan-pernyataannya mengenai netralitas pemilu.
"Sehingga, kemudian meskipun secara terbuka dia (Jokowi) mengatakan bahwa harus netral, ASN netral, perangkat infrastruktur keuasaan negara harus netral, negara netral, tetapi kemudian tafsir dalam konteks politik di lapangan seringkali kemudian diarahkan berbeda," ucapnya.
Baca juga: TPN Ganjar Sebut Jokowi Bukan Negarawan Usai Nyatakan Presiden Boleh Kampanye
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut Presiden boleh berkampanye dan memihak.
Adapun hal tersebut menimbulkan perdebatan lantaran diduga mengandung konflik kepentingan, mengingat putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.