Bareskrim Usut Kasus Dugaan Suap Pengurusan Dana Insentif Daerah Pemkot Balikpapan
Ia mengatakan pengusutan ini merupakan hasil pengembangan kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri mengusut kasus dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan, Kalimantan Timur tahun anggaran 2018.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan pengusutan ini merupakan hasil pengembangan kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kasus ini pengembangan perkara dari terpidana YP dan RS keduanya ASN di Kementerian Keuangan yang proses penyidikannya ditangani oleh KPK RI, yang kemudian pada 16 Agustus lalu menyerahkan penanganan perkara pihak pemberi suap terkait pengurusan DID kepada Dirtipidkor Bareskrim Polri," kata Trunoyudo dalam keterangan tertulis, Selasa (30/1/2024).
Trunoyudo mengatakan kasus ini berawal saat RE selaku Walikota Balikpapan saat itu meminta seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mencari cara untuk meningkatkan anggaran DID Kota Balikpapan untuk tahun 2018 pada Maret 2017.
Atas perintah itu, anak buah RE yakni berinisial MM yang menjabat sebagai Kepala BPKAD meminta bantuan kepada FI selaku anggota BPK perwakilan Kaltim untuk meningkatkan anggaran DID.
Selanjutnya, kata Trunoyudo, FI menghubungi YP yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Saudara YP akhirnya menghubungi RS yang juga ASN di Kemenkeu yang mengklaim bisa membantu mengurus dan mengarahkan agar Pemkot Balikpapan mengajukan surat usulan DID," ucapnya.
Lalu, ucap Trunoyudo, Pemkot Balikpapan mengirimkan surat usulan DID yang akan digunakan dalam kegiatan di Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang saat itu TA selaku Kepala Dinas PU.
"FI menyampaikan kepada TA bahwa Kota Balikpapan mendapatkan dana Rp26 miliar," ungkapnya.
Namun dalam pengurusan tersebut, ada permintaan fee dari YP dan RS sebesar 5 persen atau sekitar Rp1,36 miliar dari jumlah DID yang diberikan. Apabila tidak diberikan, maka DID tersebut akan diserahkan ke daerah lain.
Akhirnya TA menyetujui permintaan fee yang diminta oleh YP dan RS melalui FI sebagai imbalan pengurusan DID tersebut.
"Uang tersebut ditaruh ke dalam dua buku tabungan, yang kemudian buku tabungan dan kartu ATM beserta PIN diserahkan ke YP dan RS melalui FI," bebernya
Trunoyudo mengatakan saat ini kasus tersebut sudah naik statusnya dari penyelidikan ke penyidikan pada 8 Januari 2024 lalu.