Anomali Kenaikan Suara PSI, Pengamat Nilai Berpotensi Timbulkan Gugatan atau Sengketa di MK
Sebab, kata dia, perolehan suara partai yang digawangi anak Jokowi itu dianggap sejumlah pihak anomali atau tidak lazim.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) meroket dalam tiga hari penghitungan suara manual atau real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 29 Februari hingga 2 Maret 2024.
Dalam rentang waktu tersebut, suara PSI bertambah hingga 230.361 suara per Sabtu (2/3/2024) pukul 15.00 WIB.
Berdasarkan hasil real count KPU pada Kamis (29/2/2024) pukul 10.00 WIB, suara PSI baru mencapai 2.171.907 atau 2,86 persen.
Suara total yang masuk berdasarkan Sirekap pada saat itu 65,48 persen atau berasal dari 539.084 TPS dari total keseluruhan 823.236 TPS.
Alhasil dengan tambahan tersebut, raihan suara partai yang dipimpin Kaesang Pangarep itu kini mencapai 2.402.268 atau 3,13 persen dan semakin dekat lolos ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold.
Sementara, total suara yang masuk berdasarkan hasil Sirekap pada Sabtu pukul 15.00 WIB mencapai 541.324 TPS atau 65,76 persen.
Artinya, partai pimpinan putra bungsu Presiden Jokowi itu mampu memperoleh tambahan 230 ribu itu dari 2.240 TPS.
Baca juga: Real Count Pileg DPR RI, Data Masuk 65,90 Persen: Suara PDIP Tertinggi, PSI Capai 2 Juta Lebih
Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Sosial Politik, Uchok Sky Khadafi mengatakan, jika PSI lolos ambang batas atau Parliamentary Threshold pada pemilu 2024 ini dikhawatirkan bisa mendeligitimasi hasil pileg maupun pilpres nantinya.
Sebab, kata dia, perolehan suara partai yang digawangi anak Jokowi itu dianggap sejumlah pihak anomali atau tidak lazim.
"Jelas akan berefek pada legitimasi capres terpilih nantinya. Masa capres dilantik sama anggota DPR dari partai yang keabsahan suaranya diragukan oleh publik," ujar Uchok kepada wartawan, Rabu (6/3/2024).
Aktivis 98 itu menegaskan, legitimasi seorang calon pemimpin negara itu sangat penting sebagai wujud bahwa keterpilihannya sudah sesuai mekanisme yang diatur konstitusi.
"Mekanisme itu salah satunya yaitu dipilih wakil rakyat yang lolos parlemen yang tak bermasalah hukum. Pelantikan bisa saja tertunda jika caleg-caleg di PSI misalnya menghadapi gugatan atau sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) dari lawan-lawan politiknya nantinya," kata Uchok.
Baca juga: 2 Caleg dan 3 Timses di Ciamis Jabar Ditangkap Polisi Karena Diduga Pesta Narkoba
Selain itu, lanjut dia, jika ada audit investigatif ke semua sisi hal itu akan melebar ke mana-mana termasuk soal keabsahan presiden dan wakilnya nanti. "Kalau PSI dipaksakan terus untuk lolos Parliamentary Threshold di tengah anomali suaranya, hal itu sama saja merusak kehidupan demokrasi dan nilai-nilai Pancasila," tuturnya.
"Sebaiknya jangan paksakan kehendak jika fakta dan realita tidak menopangnya. Negeri ini bukan ruang hampa yang dengan seenaknya bisa berbuat suka-suka," tambahnya.
Menurutnya, memaksakan salah satu partai agar lolos parlemen tanpa kalkulasi politik dan hukum yang memadai, maka langkah tersebut bisa saja menjadi bumerang di kemudian hari nantinya.
"Keabsahan Prabowo-Gibran sebagai calon pemimpin bangsa dan negara ke depan juga akan diragukan publik. Atau bisa saja parpol-parpol yang berseberangan dengan Paslon 02 melakukan boikot pelantikan presiden nantinya," katanya.
Penjelasan PSI
PSI buka suara mengenai perolehan suara mereka yang naik secara signifikan.
Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie meminta, agar semua pihak tidak menyampaikan pernyataan tendensius dalam menyikapi rekapitulasi suara KPU yang hingga saat ini masih berlangsung.
Grace mengatakan, penambahan atau pun pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal yang wajar.
“Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” kata Grace, dalam keterangannya pada Sabtu (2/3/2024).
Baca juga: KPU Tiba-tiba Hentikan Grafik Perolehan Suara di Sirekap, PDIP: Perlu Ada Audit Forensik
Selain itu, Grace meyakini suara PSI masih berpotensi meningkat.
Sebab, hingga saat ini masih ada lebih dari 70 juta suara belum dihitung.
Terlebih, menurutnya, sebagian besar suara yang belum dihitung tersebut ada di basis-basis pendukung Jokowi, yang diyakininya mendukung PSI.