Bagikan Takjil di Bundaran Hotel Indonesia, KMI Suarakan Penolakan Hak Angket
KMI dalam aksi damai di kawasan bundaran HI disertai pemberian karangan bunga dan takjil kepada pengendara yang melintas, Senin (1/4/2024).
Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan digunakannya hak angket DPR RI pasca Pemilu Presiden (Pilpres) 14 Februari 2024 lalu yang diusulkan oleh Capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Capres 01 Anies Rasyid Baswedan menuai penolakan dari sejumlah organisasi diantaranya Kaukus Muda Indonesia (KMI).
Penolakan tersebut disampaikan KMI dalam aksi damai di kawasan bundaran HI disertai pemberian karangan bunga dan takjil kepada pengendara yang melintas, Senin (1/4/2024).
Hak Angket mulai diusulkan pasca Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil Pilres tanggal 20 Maret 2024 lalu.
Hasilnya, Paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul dalam perolehan suara dengan jumlah 96.214.691 dari total 164.270.475 suara sah.
Sementara, Paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 40.971.906 suara sah, disusul Paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mendapat 27.040.878 suara sah.
"Kami dengan tegas menolak penggunaan hak angket DPR RI untuk Pilpres 2024 karena hak angket bukan untuk penyelesaian hukum kepemiluan melainkan penyelesaian secara politik," ujar Fendy, koordinator aksi lapangan.
Menurut Fendy, penggunaan hak angket akan menimbulkan kegaduhan politik baru yang membuat iklim politik menjadi tidak kondusif serta melukai hati rakyat yang saat ini membutuhkan kedamaian dan kenyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara usai dilaksanakannya Pemilu 2024.
KMI berpandangan bahwa rakyat saat ini tidak membutuhkan hak angket DPR melainkan membutuhkan hak-haknya sebagai warga negara terpenuhi, seperti kebutuhan pangan, pekerjaan, dan meningkatkan daya beli agar hidup lebih sejahtera dan terjamin.
"Pemaksaan kehendak penggunaan hak angket sangat aneh dan syarat dengan kepentingan politik dari parpol-parpol yang mengusungnya sekaligus mencerminkan sikap tidak demokratis karena tidak menghargai kedaulatan rakyat yang telah disalurkan melalui Pemilu 2024 lalu," tambah Fendy.
Menurutnya, sengketa hasil Pilpres 2024 seharusnya diselesaikan melalui MK bukan DPR sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada, baik UU Pemilu maupun UU tentang MK.
Apalagi, saat ini sedang berlangsung sidang gugatan paslon 01 dan 03 di MK
Baca juga: Tak Kunjung Ajukan Hak Angket, PDIP Sebut Ada Tekanan Hukum
"Kami berharap paslon 01 dan paslon 03 beserta partai koalisi pengusungnya agar bersikap dewasa untuk menerima kekalahan dalam Pilpres 2024 karena dalam setiap kontestasi menang dan kalah adalah hal biasa. Dalam berdemokrasi tentunya harus siap menang dan siap kalah," pungkas Fendy.