Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Saksi Ahli Klaim Kecurangan Terstruktur dan Sistematis Terpenuhi: MK Bisa Anulir Hasil Pilpres 2024

Unsur kecurangan terstruktur dan sistematis itu, antara lain penunjukan penjabat (Pj) gubernur, wali kota, dan bupati oleh Presiden Joko Widodo.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Saksi Ahli Klaim Kecurangan Terstruktur dan Sistematis Terpenuhi: MK Bisa Anulir Hasil Pilpres 2024
KOMPAS IMAGES
Djohermansyah Djohan. Dulu ia sempat menjadi ahli yang diutus Presiden Joko Widodo dalam sidang uji materi UU Pilkada tahun 2016. 

Tanpa Kampanye

Mantan Dirjen Otonomi Daerah pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, mengungkapkan sangat mungkin untuk melakukan Pilpres ulang, meskipun ada jadwal Pilkada serentak, pada 27 November 2024.

Jika MK membuat putusan PHPU yang sesuai jadwal berakhir pada 26 April 2024, maka Pilpres ulang dapat dijadwalkan pada Juli 2024, tanpa mekanisme kampanye.

Jika tidak ada paslon yang mencapai 51% suara maka Pilpres tahan II dapat dilakukan di September 2024 bersamaan dengan Pilkada.

"Jangan bilang waktu sudah mepet. Itu enggak benar, sebab kita sudah punya pengalaman menyelenggarakan pemilu dengan tahapan yang pendek sejak 2004-2009. Yang perlu diperhatikan itu pemilu harus jujur dan adil, bukan apapun hasilnya diterima saja, sehingga mengabaikan rasa keadilan di masyarakat," tutur Djohermansyah.

Ia berharap Hakim MK memiliki sikap kenegarawan untuk dapat membuat putusan terkait PHPU yang didasarkan pada kepentingan bangsa ke depan, dan keberlangsungan demokrasi yang bermartabat.

Djohermansyah mengungkapkan saat menjabat sebagai Dirjen Otonomi Daerah di era Presiden SBY, dia sempat mengajari Presiden Joko Widodo yang saat itu menjabat sebagai Walikota Solo, tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). Hal itu, juga berlangsung saat Jokowi menjadi Gubernur DKI.

Berita Rekomendasi

Dia mengaku, mengenal sosok Jokowi sebagai pemimpin yang populis, dekat dengan rakyat, namun ada kekurangannya, yaitu pragmatis.

Sifat inilah yang membuat Jokowi dapat melakukan upaya mengatasi persoalan sesuai kebutuhannya, termasuk membuat kebijakan padahal belum ada anggaran dan payung hukumnya.

"Padahal enggak bisa begitu karena birokrasi itu harus tertib dan teratur. Setiap pejabat harus ikut itu enggak bisa politisi, memaksa birokrasi mengikuti kebutuhannya atau keinginannya, karena akhirnya birokrasi itu berjalan tidak profesional," ungkap Djohermansyah. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas