Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar UI Sebut Amicus Curiae Tak Bisa Dijadikan Alat Bukti dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Pakar hukum UI mengatakan amicus curiae bukan bagian yang bisa dimasukkan sebagai alat bukti dalam persidangan sengketa Pilpres 2024 di MK. 

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Febri Prasetyo
zoom-in Pakar UI Sebut Amicus Curiae Tak Bisa Dijadikan Alat Bukti dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mewakili Megawati Soekarnoputri menyerahkan surat Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan jelang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 ke Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (16/4/2024).  

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengajukan diri sebagai Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan dalam sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024.

Megawati mengatakan kini rakyat Indonesia sedang menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sengketa Pilpres yang akan dicatat dalam sejarah.

Menurutnya, rakyat menunggu apakah MK dapat mengambil keputusan sesuai hati nurani dan sikap kenegarawanan, ataukah membiarkan praktik elektoral penuh dugaan penyalahgunaan kekuasaan.

Megawati juga menyinggung soal etika presiden. Dia mengutip pernyataan budayawan dan rohaniwan Frans Magnis Suseno soal pelanggaran etika serius dalam pelaksanaan Pilpres 2024.

Dia menuturkan, tanggung jawab presiden terhadap etika sangatlah penting sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi atas negara dan pemerintahan yang sangat besar.

Selain itu, Megawati menerangkan bahwa pernyataan Magnis menjadi landasan etis bagi hakim MK untuk mengurai seluruh akar persoalan Pilpres mulai dari nepotisme dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Presiden.

Dia juga menyoroti mengenai temuan adanya penurunan kualitas demokrasi Indonesia seperti diungkapkan Indeks demokrasi Indonesia, menurut data Freedom House.

Baca juga: Status Megawati Dipertanyakan saat Serahkan Amicus Curiae, Pakar Sebut Tak Ada Aturan Eksplisit

Berita Rekomendasi

Demikian juga menurut The Economist Intelligence Unit (EIU) yang menyimpulkan demokrasi Indonesia masih tergolong cacat (flawed democracy) berada pada peringkat ke-54 secara global, turun dua peringkat dari tahun sebelumnya.

"Dengan mencermati pelbagai laporan tersebut, kemampuan Mahkamah Konstitusi di dalam menyelesaikan sengketa pemilihan umum tentu menjadi tolok ukur bagi peningkatan kualitas demokrasi. Sebab, kecurangan tanpa efek jera akan semakin mematikan demokrasi," ungkap Megawati.

Megawati juga mengurai adanya kecurangan dari masa ke masa selama pemilu berlangsung di tanah air.

"Mengapa evolusi kecurangan terjadi, bahkan semakin bersifat akumulatif, sebab belum pernah tercipta efek jera sebagaimana terjadi di Amerika Serikat dengan skandal Watergate yang memaksa Presiden Richard Nixon mengundurkan diri," ucapnya.

Dia menjelaskan Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dan ditambah motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan presiden.

Menurutnya, nepotisme saat ini berbeda dengan zaman Presiden Soeharto sekalipun karena dilaksanakan melalui sistem pemilu ketika presiden masih menjabat.

"Lalu, pertanyaan kritis kita: apa dan siapa yang salah? Dengan tegas saya menjawab sendiri, bukan sistem hukum Indonesia yang salah," ungkap Megawati.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas