Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu Digelar Siang Ini, Russel Tribunal Dijadikan Rujukan
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah dan Yayasan Kebajikan Publik akan menggelar Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah dan Yayasan Kebajikan Publik (Public Virtue Research Institute) akan menggelar Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu, Jumat (19/4/2024) siang ini.
Mahkamah rakyat tersebut akan digelar di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Menteng Jakarta Pusat pukul 13.30 WIB.
Baca juga: Ratusan ASN dan Perangkat Desa Melanggar Hukum Selama Tahapan Pemilu: Kampanye Hingga Masuk Parpol
Berdasarkan undangan resmi yang diterima Tribunnews.com pada Kamis (18/4/2024) kemarin, kegiatan itu akan menghadirkan para ahli dari beragam ilmu dan tokoh-tokoh kompeten dalam bentuk paparan dan dialog interaktif.
Sembilan tokoh yang akan menjadi semacam juri dalam sidang tersebut adalah:
1. Dr. Busyro Muqoddas, M.Hum Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah
2. Dr. Sukidi, Pemikir Kebhinekaan
3. Prof Dr. Ramlan Surbakti, guru besar Universitas Airlangga, Ketua KPU RI 2004-2007
4. Prof. Dr. Siti Zuhro, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PP Muhammadiyah
5. Prof. Dr. Zainal Arifin Mochtar, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM Yogyakarta
6. Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, MA. Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia
7. Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D, Rektor UII Yogyakarta
8. Dr. Karlina Supelli, Pengajar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
9. Bambang Eka Cahya Widodo, S.IP., M.Si, Ilmuwan Politik UMY
Baca juga: Sambil Laksanakan Sengketa Pemilu, KPU Mulai Masuk ke Tahapan Pilkada
Para tokoh dan ahli tersebut akan menunjuk satu orang sebagai pemimpin jalannya sidang pendapat rakyat.
Sedangkan yang bertindak sebagai pemandu acara adalah Dr Miya Irawati (peneliti Public Virtue Research Institute), Neni Nur Hayati (LHKP PP Muhammadiyah), dan John Muhammad (Public Virtue Research Institute).
Tujuan digelarnya sidang tersebut yakni menyediakan ruang publik bagi para pemangku kepentingan untuk mendengarkan pandangan dan harapan para tokoh dan cendekiawan tentang pemilu 2024 dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Kedua, mendorong peran aktif masyarakat untuk membahas masalah-masalah krusial yang menyangkut jaminan hak kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu 2024.
"Ketiga, mendorong pengungkapan akar-masalah kecurangan atau kejanggalan pelaksanaan pemilu dari pemahaman ahli dan tokoh masyarakat sekaligus untuk mencerahkan khalayak luas," dikutip dari undangan resmi berkop surat Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah pada Jumat (19/4/2024).
Russel Tribunal Dijadikan Rujukan
Berdasarkan kerangka acuan yang terlampir dalam undangan, sidang akan menjadikan Russel Tribunal atau Pengadilan Russel sebagai rujukan.
Informasi dihimpun, Russel Tribunal juga dikenal sebagai Pengadilan Kejahatan Perang Internasional, Pengadilan Russell-Sartre, atau Pengadilan Stockholm.
Pengadilan tersebut merujuk pada pengadilan non-pemerintah yang digelar filsuf dan pemenang Hadiah Nobel Britania Bertrand Russell dan filsuf dan penulis Prancis Jean-Paul Sartre.
Pengadilan itu digelar untuk menyelidiki kebijakan luar negeri dan intervensi militer Amerika Serikat di Vietnam setelah kekalahan pasukan Prancis di Diên Biên Phu pada tahun 1954 dan pendirian Vietnam Utara dan Selatan.
Hal yang dinilai mengesankan dari Russel Tribunal, para juri ‘dipandu’ oleh intelektual publik progresif terkemuka pada zamannya Jean-Paul Sartre.
Sartre bersama termasuk intelektual publik lainnya seperti Simone de Beauvoir, Lelio Basso, Isaac Deutcher, dan banyak lainnya kemudian menyimpulkan bahwa AS terbukti bersalah atas terjadinya 'genosida' sebagai dampak utama dari strategi perang Amerika.
Pandangan guru besar hukum internasional dan hubungan internasional Richard Falk yang dikutip kerangka acuan tersebut, Russel Tribunal adalah inisiatif yang berpusat pada gagasan warga negara.
Gagasan itu diklaim inovatif, kontroversial sekaligus revolusioner pada pertengahan tahun 1960-an.
"Nah mungkinkah inisiatif yang inovatif semacam ini digelar di Indonesia? Tentu dengan skala yang lebih sederhana karena segala keterbatasan," dikutip dari kerangka acuan terlampir dalam undangan yang diterima pada Kamis (18/4/2024).
"Dengan latar belakang itulah, kami, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah dan Yayasan Kebajikan Publik (Public Virtue Research Institute), bekerja sama dengan mitra media Kabar Grup Indonesia berencana menggelar sebuah kegiatan bernama "Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu"," sambung tulisan tersebut.
Sementara itu, Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu digelar dengan menumpukan harapan satu-satunya terkait Pilpres 2024 pada Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan mengingat putusan kontroversial MK pada Oktober tahun lalu, dinyatakan mau tidak mau kalangan masyarakat perlu mengambil inisiatif yang inovatif berupa pembentukan sebuah Mahkamah Konstitusi versi Rakyat atau sebut saja Mahkamah Rakyat untuk Keadilan Pemilu.
Mahkamah itu ditegaskan bukan pengadilan jalanan, melainkan Mahkamah Konstitusi versi rakyat yang merupakan forum terhormat di mana para tokoh dan ahli yang berintegritas moral akan menyampaikan pandangan-pandangannya terkait dinamika Pemilu.