Pertama dalam Sejarah Sengketa Pilpres: Putusan MK Diwarnai Dissenting Opinion, Hampir Pemilu Ulang
Dissenting opinion pada putusan sengketa pilpres 2024 menjadi catatan sejarah karena baru kali ini ada hakim beda pendapat hingga hampir pemilu ulang.
Penulis: Rifqah
Editor: Garudea Prabawati
Sebelumnya, Saldi Isra, salah satu hakim yang menyatakan dissenting opinion tersebut menyatakan, ada dua persoalan yang menjadi perhatiannya dalam Sengketa Pilpres ini.
Yakni persoalan mengenai penyaluran dana bansos yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan wakil presiden.
Ia menegaskan, bahwa dalil mengenai politisasi bansos hingga mobilisasi aparatur negara atau penyelenggara negara itu adalah beralasan menurut hukum.
Sehingga, menurutnya, MK seharusnya melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah, demi menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, dalil pemohon berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat atau aparatur negara, penyelenggara negara adalah balasan menurut hukum."
"Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil, maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah, sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas, terima kasih," jelas Saldi saat membacakan dissenting opinion, Senin.
Adapun, Saldi Isra dan Arief Hidayat sebelumnya termasuk dalam tiga hakim yang mengungkapkan kejanggalan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat minimal usia capres-cawapres.
Sementara itu, satu hakim lainnya adalah Suhartoyo. Mereka bertiga menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan 90 itu.
Pakar Sebut Jadi Sejarah yang Luar Biasa
Mengenai hasil putusan Sengketa Pilpres 2024 ini, pakar menilai hal itu menjadi sejarah yang luar biasa.
Pasalnya, baru kali ini terdapat Hakim Konstitusi yang menyatakan dissenting opinion.
"Ini sejarah yang luar biasa bagi republik ini. Baru pertama kali ini ada sengketa Pilpres ada pendapat berbeda," kata Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun di Jakarta, Senin sore.
Refly lantas mebeberkan, pada Sengekta Pilpres 2004, 2009, 2014, dan 2019 tidak ada satu pun hakim yang menyatakan dissenting opinion, semua Hakim Konstitusi kompak menolak.
Namun, sengketa Pilpres tahun ini, para Hakim Konstitusi tidak kompak menolak karena terdapat dissenting opinion.
"Karena itu secara moral kita tidak perlu kalah. Secara moral kita dibenarkan. Kita dibenarkan oleh tiga profesor. Kita dibenarkan oleh tiga hakim senior yang tentu pengalamannya lebih banyak," tegasnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Rahmaf Fajar) (Kompas.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.