Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim MK Sebut 14 Hari Penanganan Sengketa Pilpres Sangat Terbatas, Pakar: Kelemahan Hukum Acara

Pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar nilai keterbatasan waktu bagi MK menangani sengketa pilpres merupakan kelemahan hukum acara

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Hakim MK Sebut 14 Hari Penanganan Sengketa Pilpres Sangat Terbatas, Pakar: Kelemahan Hukum Acara
Tribunnews.com/Ibriza
Pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, dalam diskusi bertajuk "Bedah Putusan Mahkamah Konstitusi: Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden" yang digelar Pusat Kajian Konstitusi, Demokrasi dan HAM (Pandekha) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), dikutip dari siaran YouTube Pandekha FH UGM, pada Rabu (24/4/2024). (Ibriza) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar menilai, keterbatasan waktu bagi Mahkamah Konstitusi (MK) menangani sengketa pilpres merupakan kelemahan hukum acara peradilan konstitusi itu.

Sebelumnya dalam putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024, hakim Saldi Isra mempersoalkan batasan waktu 14 hari bagi MK menangani perkara sengketa pilpres yang dinilai sangat terbatas.

Zainal menyoroti, adanya kegagalan untuk menghadirkan proses beracara yang memadai untuk menyelesaikan penegakan hukum berkaitan dengan proses kepemiluan.

Di sisi lain, kata Zainal, batasan waktu tersebut berdampak pada MK yang membatasi jumlah saksi dan ahli yang dapat dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan pembuktian.

"Makanya kenapa kemudian ketika proses pembuktian dipaksakan satu hari ini dan semua harus diselesaikan satu hari dibatasi jumlah saksi ahli dan lain sebagainya. Tidak semua bisa dibuktikan," kata Zainal, dalam diskusi bertajuk "Bedah Putusan Mahkamah Konstitusi: Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden" yang digelar Pusat Kajian Konstitusi, Demokrasi dan HAM (Pandekha) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), dikutip dari siaran YouTube Pandekha FH UGM, pada Rabu (24/4/2024).

Baca juga: Pengamat: Putusan MK soal Sengketa Pilpres Mengikat, Dissenting Opinion Cuma Bunga-bunga Demokrasi

Menurutnya, hal itu menjadi wajar ketika hakim MK menyampaikan bahwa ada dalil pemohon yang tidak disertai dengan pembuktian dari saksi dan ahli yang memadai.

"Ya wajar karena kemudian dibatasi (waktu). Kalau semua saksi dan ahli mau disuruh bicara ya pasti tidak bisa selesai dalam satu hari pembuktian," ucpanya.

Berita Rekomendasi

"Saya kira itu kelemahan-kelemahan yang mendasar yang pertama dari sisi hukum acara MK sendiri, memang tidak cukup rapi, termasuk soal proses pembuktian," sambung akademisi hukum UGM itu.

Sebelumnya, hakim konstitusi Saldi Isra mempersoalkan batas waktu penanganan PHPU Pilpres yang sangat terbatas.

Hal itu disampaikan Saldi Isra pada dissenting opinion-nya dalam putusan PHPU Pilpres 2024.

"Waktu dalam proses pembuktian dalam pemeriksaan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden sangat terbatas dan relatif singkat," kata Saldi, dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK, Jakarta, pada Senin (22/4/2024).

Hakim konstitusi, Saldi Isra saat membacakan dissenting opinion atau pendapat berbeda terkait putusan gugatan sengketa Pilpres 2024 dari kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Senin (22/4/2024).
Hakim konstitusi, Saldi Isra saat membacakan dissenting opinion atau pendapat berbeda terkait putusan gugatan sengketa Pilpres 2024 dari kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Senin (22/4/2024). (YouTube Kompas TV)

Oleh karena itu, sebagai seorang hakim, menurutnya, karakteristik pembuktian sengketa pilpres dalam memberikan keyakinan kepada hakim tidak mungkin disamakan persis dengan pembuktian materil yang menggunakan prinsip "beyond a reasonable doubt".

"Namun demikian, hakim tidak boleh memutus tanpa adanya dasar bukti sama sekali. Akan tetapi seorang hakim konstitusi dapat memutus sepanjang bukti yang ada dan fakta yang diperoleh dalam persidangan masih relevan serta menambah keyakinan pada diri hakim dalam menjalankan fungsi peradilan konstitusi sebagaimana amanat Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945," ucapnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas