Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Soroti Rencana Prabowo Tambah Jumlah Kementerian, Tunjukkan 2 Kelemahan

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ray Rangkuti, soroti rencana Prabowo Subianto menambah jumlah kementerian.

Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Pengamat Soroti Rencana Prabowo Tambah Jumlah Kementerian, Tunjukkan 2 Kelemahan
Istimewa
Acara Halal Bihalal sekaligus reuni alumni Akabri yang turut dihadiri oleh Presiden RI terpilih Prabowo Subianto, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga beberapa purnawirawan Jenderal TNI-Polri lainnya di Kementerian Pertahanan RI, Sabtu (5/5/2024). Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ray Rangkuti, soroti rencana Prabowo Subianto menambah jumlah kementerian. 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana untuk menambah jumlah kementerian pada pemerintahan mendatang dari 34 kursi menjadi 40 kursi.

Rencana itu mendapatkan sorotan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Fauzi alias Ray Rangkuti.

Menurutnya, rencana penambahan kementerian ini justru berpeluang membuat birokrasi pemerintahan tak efisien.

Selain itu, hal ini menunjukkan lemahnya posisi Prabowo di hadapan koalisi pendukungnya.

“Penambahan anggota kabinet berpeluang menambah birokrasi pemerintahan, yang akan berujung pada makin panjangnya birokrasi pengambilan keputusan.”

“Hal ini sekaligus sinyal bagi lemahnya posisi Pak Prabowo di hadapan teman-teman koalisinya. Lemah juga dalam menangani konflik-konflik kepentingan yang niscaya akan selalu hadir dalam pemerintahan,” kata Ray dalam keterangannya, Kamis (9/5/2024), dilansir WartaKotalive.com.

Ia berpendapat, hal ini adalah sinyal mengenai lemahnya manajemen konflik dalam kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Berita Rekomendasi

Rencana itu sekaligus menunjukkan dua kelemahan terkait kepemimpinan Prabowo.

Pertama, kelemahan dalam mengelola dan menghadapi tuntutan koalisi."

"Kedua, kelemahan dalam visi membangun pemerintahan yang efektif dan efesien,” ujar Ray.

Beberapa pekan sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa hasil Pilpres 2024, menurutnya publik belum mendengar ide yang berhubungan dengan situasi kekinian dari Prabowo-Gibran.

Baca juga: Elite PAN Kasih Kode Jatah Menteri, Prabowo: Kalau Orang Medan Bilang Masuk Itu Barang

Contohnya, soal tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT), harga bahan pokok yang terus naik, dll.

Presiden dan wakil presiden terpilih ini justru lebih banyak mengutarakan ide yang berpusat pada pengelolaan kekuasaan.

“Prabowo-Gibran malah lebih sibuk mengutarakan ide elitis yang berpusat pada pengelolaan kekuasaan antar elit."

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas