Mantan Hakim MK Sebut Mayoritas Rekapitulasi Suara di Papua Harus Dinyatakan Batal, Ini Alasannya
Pasalnya penghitungan suara di Papua, utamanya pada daerah yang menggunakan sistem ikat atau noken, tidak dilakukan mulai dari tingkat TPS
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto mengatakan jika penyelenggara pemilu mau jujur, sebagian besar atau mayoritas penghitungan suara di Papua harus dinyatakan batal.
Pasalnya penghitungan suara di Papua, utamanya pada daerah yang menggunakan sistem ikat atau noken, tidak dilakukan mulai dari tingkat TPS atau berdasarkan C.Hasil, tapi langsung pada tingkat distrik atau kecamatan menggunakan D.Hasil.
Baca juga: Mantan Hakim MK Beberkan Modus Penyelenggara Pemilu Kurangi Suara Pemilu Berdalil Salah Tulis
“Kalau kita mau jujur, sebagian besar pemungutan suara di Papua harus dinyatakan batal,” kata Aswanto saat menjadi ahli dalam perkara sengketa hasil Pileg 2024 yang diajukan PAN, di ruang panel I Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
“Tentu teman KPU lebih paham, bahwa banyak sekali daerah terutama yang menggunakan sistem ikat atau noken itu tidak dilakukan perhitungan suara di tingkat TPS, tapi langsung dilakukan di tingkat distrik,” ungkapnya.
Kata Aswanto, secara yuridis tahapan tersebut bertentangan dengan asas atau prinsip keteraturan. Perhitungan suara diatur dilakukan berjenjang mulai dari tingkat TPS, sekalipun itu merupakan suara yang berasal dari sistem noken atau ikat.
Baca juga: Sidang Sengketa Pileg, Mantan Hakim MK Ungkit Transaksi Politik Anggota KPU-Bawaslu dengan Parpol
Aswanto pun meminta pihak KPU untuk berani jujur bahwa banyak daerah di Papua yang rekapitulasi suaranya langsung dilakukan pada tingkat distrik, bukan TPS.
“Secara yuridis tentu hal itu bertentangan dengan asas atau prinsip keteraturan, bahwa perhitungan itu harus dilakukan di tingkat TPS sekalipun itu noken atau ikat,” katanya.