Eks Anggota KPU RI Sebut Modus Penggelembungan Suara Pemilu Selalu Terjadi di Tingkat Kecamatan
Anggota KPU RI periode 2007-2012, I Gusti Putu Artha menjadi ahli pemohon dalam perkara nomor 09 terkait sengketa Pileg 2024 di Provinsi DKI Jakarta.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota KPU RI periode 2007-2012, I Gusti Putu Artha menjadi ahli pemohon dalam perkara nomor 09 terkait sengketa Pileg 2024 di Provinsi DKI Jakarta.
Perkara ini merupakan sengketa hasil suara Pileg di DKI Jakarta yang dimohonkan Partai Demokrat dengan pihak terkait Partai Nasdem.
Dalam keterangan persidangan di ruang sidang panel 3 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (30/5/2024), Putu menyampaikan adanya modus oknum penyelenggara pemilu yang mempermainkan suara.
Putu mengetahui modus ini karena dirinya berpengalaman menjadi anggota KPU daerah hingga pusat dan menemukan modus tersebut.
“Modus yang juga terjadi, kita harus mengakui dengan jujur di berbagai tempat, karena kita maaf istilah kasarnya buaya nggak bisa dikadali karena punya pengalaman,” kata Putu.
Baca juga: Caleg Merangkap Ketua TPS di Sorong Jadi Sorotan Dalam Sidang PHPU Legislatif di MK
Adapun modus tersebut yakni hilangnya atau penggelembungan suara akan selalu terjadi di tingkat kecamatan. Hal ini karena di tingkat kecamatan tidak lagi ada rekapitulasi PPS.
“Kawan-kawan yang mau nakal ini, modusnya selalu terjadi di kecamatan karena tidak ada lagi rekap PPS. Maka yang akan diatur TPS nya dan lebih khusus lagi tidak suara per TPS karena clear semua C.Hasil, tapi begitu di jumlah, (angkanya) berbeda. Selalu seperti itu hampir di semua persidangan yang saya ikuti seperti itu,” ungkap dia.
Baca juga: Sidang PHPU Pileg: PDIP Ungkap Penggelembungan Suara PAN di Dua Distrik Papua
Putu menjelaskan modus ini bisa terlihat di mana ketika angka rekapitulasi yang ditetapkan KPU, berbeda dengan penghitungan yang dilakukan partai A.
Di sisi lain partai B merasa dirugikan karena suaranya berkurang.
Jika hal itu terjadi, menurutnya cukup dibuktikan dengan membuka rekapitulasi di tingkat TPS.
“Ketika kemudian ini jumlahnya berbeda, Nasdem berbeda, pemohon berbeda, artinya ada persoalan di angka itu. Ini yang sebetulnya di kroscek di C.Hasil,” kata dia.