Pilkada 2024, Pembangunan Inklusif dan Isu Kelompok Marjinal Jadi Fokus Para Bacagub di 3 Provinsi
Koalisi ASPIRASI meyakini bahwa ekosistem toleransi dan inklusi di setiap provinsi dan kabupaten/kota adalah penyangga utama pembangunan inklusif.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah lembaga masyarakat yang tergabung dalam Koalisi ASPIRASI (Aliansi Masyarakat Sipil untuk Transparasi, Inklusi, dan Demokrasi) menggelar dialog kebijakan di Provinsi Aceh, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, untuk menyampaikan aspirasi pembangunan inklusif dengan mengundang bakal calon gubernur, tokoh-tokoh yang potensial maju dalam Pilkada, dan beberapa figur di daerah.
Koalisi Aspirasi terdiri dari SETARA Institute, Perludem, TII, dan AJI.
Baca juga: Ragukan Duet Dico-Raffi di Pilkada, Pengamat Nilai Popularitas Artis Tak Menarik di Jawa Tengah
Di Aceh, dialog publik tersebut dihadiri oleh Bacagub Aceh dari Partai Aceh, Muzakir Manaf, yang diwakili oleh Nurzahri selaku juru bicara Partai Aceh, M. Nasir Jamil dari Partai Keadilan Sejahtera, Darni Daud, dan Muhammad Nazar.
Sedangkan di Jawa Barat, Bima Arya, Walikota Bogor dua periode yang juga politisi Partai Amanat Nasional (PAN), menjadi satu-satunya Bacagub yang hadir dan menunjukkan keberpihakan pada agenda pembangunan inklusif.
Sementara itu di Sulawesi Selatan, dialog dihadiri oleh Samsul Rizal sebagai mantan Walikota Makassar yang saat ini menjabat sebagai anggota DPR RI terpilih periode 2024-2029.
Baca juga: Pengamat Nilai Budisatrio Djiwandono Sedang Cari Popularitas untuk Tingkatkan Daya Tawar di Pilkada
Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute, mengatakan SETARA Institute bersama Koalisi ASPIRASI meyakini bahwa ekosistem toleransi dan inklusi di setiap provinsi dan kabupaten/kota adalah penyangga utama pembangunan inklusif.
"Yang pada pokoknya memastikan semua kelompok masyarakat, terutama kelompok marjinal terlindungi tidak ada yang tertinggal dalam proses dan penikmat pembangunan. No one is left behind," ujar Halili, Jumat (31/5/2024).
Untuk menumbuhkan ekosistem toleransi dan inklusi, menurut dia, dibutuhkan tiga jenis kepemimpinan yang saling bersinergi, yakni kepemimpinan politik (political leadership), kepemimpinan birokrasi (bureaucratic leadership) dan kepemimpinan sosial (societal leadership) yang bekerja dengan software tata kelola pemerintahan yang inklusif (inclusive governance).
Langkah awal membangun tata kelola pemerintahan inklusif ini dimulai dengan komitmen calon pemimpin politik, didukung oleh birokrasi dalam perencanaan pembangunan melalui pembentukan RPJMD inklusif dan aktivasi optimum elemen-elemen sosial dan masyarakat sipil sebagai pilar societal leadership.
"Berbagai hasil riset SETARA Institute menunjukkan masih minimnya upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak kelompok marjinal," ujarnya.
Dikatakan bahwa adanya berbagai produk hukum serta tindakan hukum diskriminatif terhadap kelompok marjinal terutama minoritas SARA, ragam gender dan orientasi seksual, masyarakat adat, disabilitas, hingga perempuan menunjukkan bahwa agenda dan kebutuhan kelompok marjinal ini masih belum diketengahkan sebagai isu bersama dalam agenda pembangunan.
"Persoalan kurangnya transparansi serta partisipasi terhadap kebijakan yang menyangkut kepentingan kelompok marjinal masih terjadi," tuturnya.
Baca juga: Pengamat Nilai Budisatrio Djiwandono Sedang Cari Popularitas untuk Tingkatkan Daya Tawar di Pilkada
Lebih dari 150 pemimpin dan perwakilan organisasi masyarakat sipil hadir dalam dialog kebijakan pada 29-30 Mei 2024 di Aceh, Bandung, dan Makassar yang menyampaikan aspirasi perlindungan dan pemajuan hak-hak asasi manusia, terutama pada kelompok marjinal.
Dari pemetaan masalah dan pendalaman isu dari berbagai varian kelompok marjinal, Koalisi ASPIRASI menyampaikan beberapa hal untuk dapat ditindaklanjuti bersama, di antaranya: