Romo Benny Sebut Calon Tunggal di Pilkada Tanda Matinya Demokrasi
Salah satu manifestasi dari demokrasi adalah diadakannya Pilkada yang seharusnya menawarkan pilihan kepada masyarakat untuk memilih.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar komunikasi politik Antonius Benny Susetyo mengatakan, fenomena calon tunggal atau melawan kotak kosong dalam kontestasi Pilkada 2024 menandakan matinya demokrasi.
Benny menegaskan demokrasi sejatinya adalah sistem yang memungkinkan partisipasi aktif masyarakat dalam menentukan arah dan kebijakan pemerintahan.
Dia menjelaskan salah satu manifestasi dari demokrasi adalah diadakannya Pilkada yang seharusnya menawarkan pilihan kepada masyarakat untuk memilih.
"Fenomena calon tunggal dalam Pilkada adalah sinyal berbahaya dari matinya demokrasi. Ketika hanya ada satu calon yang tersedia, proses pemilihan menjadi sekadar formalitas, menghilangkan kebebasan memilih yang merupakan hak dasar setiap warga negara," kata Benny dalam keterangannya, Rabu (7/8/2024).
Baca juga: Kata PDIP soal Potensi Cagub KIM Lawan Kotak Kosong di Pilgub Jakarta: Menyedihkan, meski Tak Salah
Benny menilai muncul calon tunggal adalah pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
Dimana seharusnya ada ruang bagi berbagai ide, visi, dan solusi untuk bersaing secara sehat demi kebaikan bersama.
"Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang menawarkan alternatif pemimpin yang memiliki karakter dan kemampuan untuk berpihak kepada kepentingan publik," ujar Benny.
Benny berpendapat ketika hanya ada satu calon, pemimpin yang terpilih sering kali hanyalah karbitan.
"Pemimpin yang dipilih tanpa adanya kompetisi yang sehat cenderung kurang bertanggung jawab dan kurang memiliki visi yang jelas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ucapnya.
Sebaliknya, kata dia, mereka lebih cenderung mengutamakan kepentingan kelompok atau individu tertentu yang mendukung pencalonan mereka.
Menurut Benny munculnya calon tunggal akibat dominasi kekuasaan segelintir elite politik yang berupaya mempertahankan kekuasaan dengan segala cara.
"Jika dibiarkan, hal ini bisa menyebabkan erosi lebih lanjut terhadap kepercayaan publik pada proses demokratis dan pada akhirnya membawa kematian bagi demokrasi itu sendiri," tegasnya.
Dia menyebut fenomena calon tunggal menjadi bukti nyata hilangnya martabat demokrasi, karena pencalonan sering kali dilakukan dengan membeli dukungan partai-partai politik, bukan berdasarkan meritokrasi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.