MK Tak Lanjutkan Sengketa Pileg PPP di Dapil Gorontalo 2, Ini Alasannya
MK tidak melanjutkan penanganan sengketa pileg yang diajukan caleg PPP di Dapil Gorontalo.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak melanjutkan penanganan sengketa pileg yang diajukan caleg Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di daerah pemilihan (dapil) Gorontalo 2.
Ketua MK Suhartoyo mengatakan, alasannya dikarenakan Mahkamah tidak berwenang mengadili permohonan Pemohon atas nama Hendra R Abdul tersebut.
"Menetapkan, menyatakan Mahkamah tidak berwenang mengadili Permohonan Pemohon," kata Suhartoyo, dalam sidang pleno pembacaan ketetapan PHPU Pileg untuk Perkara Nomor 293-02-17-293/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, di gedung MK, Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Suhartoyo menjelaskan, Rapat Permusyawaratan Hakim pada tanggal 13 Agustus 2024 telah berkesimpulan, bahwa objek permohonan Pemohon bukan merupakan penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 474 ayat (1) UU 7/2017 dan Pasal 5 PMK 22/2023.
Baca juga: PTUN Putuskan Pengangkatan Ketua MK Suhartoyo Tidak Sah, Minta Pulihkan Harkat Martabat Anwar Usman
"Sehingga permohonan Pemohon bukan merupakan kewenangan Mahkamah untuk mengadilinya," jelasnya.
Kemudian, menurut Mahkamah, objek yang dijadikan permohonan dalam Permohonan a quo adalah Keputusan KPU Kabupaten Gorontalo Nomor 1165 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Gorontalo Tahun 2024, bukan Keputusan KPU Nomor 1050 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan I Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024, bertanggal 28 Juli 2024.
Suhartoyo mengatakan, objek dalam permohonan ini seharusnya adalah Keputusan KPU tentang penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara nasional.
Namun, Ketua MK itu menyoroti, Pemohon dalam petitumnya justru meminta kepada Mahkamah untuk membatalkan Berita Acara dan Sertifikat Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara atas tindak lanjut dari pelaksanaan Pemungutan Suara Uang (PSU) Kabupaten Gorontalo sepanjang dapil Gorontalo 2 untuk Pengisian Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo terhadap peserta Pemilu yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan 30 persen di daerah pemilihan Gorontalo 2 untuk Pengisian Anggota DPRD Kabupaten Gorontalo.
"(Petitum) tanpa menyebutkan Keputusan Termohon tentang penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara nasional yang memengaruhi perolehan kursi Pemohon dan/atau terpilihnya calon anggota DPR dan/atau DPRD di suatu daerah pemilihan, yang seharusnya menjadi objek dalam permohonan a quo," ucap Suhartoyo.
Baca juga: Hakim Konstitusi Akan Rapat Besok Sikapi Putusan PTUN Soal Pembatalan Suhartoyo Jadi Ketua MK
Sebagai informasi, permohonan ini diajukan Pemohon pascaputusan Mahkamah Konstitusi pada 10 Juni 2024 lalu.
Pemohon Hendra mendalilkan PSU TPS 2 Desa Tuladenggi dilaksanakan tanpa mematuhi aturan yang berlaku, seperti syarat 30 persen keterwakilan perempuan sebagaimana putusan Mahkamah Agung.
Beberapa partai yang tidak memenuhi syarat, di antaranya Partai Golkar (25 persen), Partai Gerindra (25 persen), dan Partai Hanura (25 persen).
Tak hanya itu, menurut Hendra, aturan ini juga diabaikan oleh KPU Kabupaten Gorontalo dengan tetap meloloskan partai politik atas dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota dewan yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.