MK Putuskan Kepala Daerah Tidak Bisa Turun Kasta, Duet Anies-Ahok di Pilkada Jakarta Tertutup
MK menegaskan larangan kepala daerah "turun kasta" menjadi calon wakil kepala daerah pada pilkada yang sama.
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Dua mantan gubernur DKI Jakarta yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan dipastikan tidak bisa berduet di Pilkada Jakarta 2024.
Ahok dan Anies sebelumnya sempat digadang menjadi pasangan di Pilkada Jakarta 2024. Peluangnya kini tertutup setelah mendapat penegasan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 73/PUU-XXII/2024, Selasa (20/8/2024).
Dalam putusan, MK menegaskan larangan kepala daerah "turun kasta" menjadi calon wakil kepala daerah pada pilkada yang sama.
Baca juga: Ridwan Kamil Respons Putusan MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Pilkada: Yang Untung Warga Jakarta
Dalam hal ini, orang yang pernah menjabat sebagai gubernur tidak dapat mencalonkan diri sebagai wakil gubernur pada daerah yang sama.
Dengan demikian, Anies dan Ahok yang sama-sama pernah menjabat gubernur Jakarta tak bisa mencalonkan diri sebagai cawagub di Pilkada Jakarta. Begitu pula bupati dan wali kota, tidak dapat maju sebagai wakil bupati atau wakil wali kota pada daerah yang pernah ia pimpin.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan bahwa norma tersebut sama sekali tidak dapat dikatakan menghalangi keinginan seseorang untuk berpartisipasi dalam pilkada.
"(Jika pemohon) benar-benar ingin berpartisipasi membangun daerah dengan cara mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah atau wakil kepala daerah, para pemohon seharusnya berupaya mencari calon wakil kepala daerah yang tidak terhambat oleh ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf o UU 10/2016 (tentang Pilkada)," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 73/PUU-XXII/2024, Selasa (20/8/2024).
Mahkamah juga menegaskan bahwa norma tersebut sama sekali tidak dapat dikatakan menghalangi keinginan seseorang untuk berpartisipasi dalam pilkada.
Saldi menegaskan, norma itu hanya membatasi eks gubernur atau wali kota/bupati untuk menjadi wakil kepala daerah pada pemilihan setingkat di daerah yang sama. Majelis hakim menyatakan bahwa gugatan ini tidak dapat diterima.
"Para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," ucap Saldi.
Adapun gugatan ini diajukan 4 orang pemohon. Mereka mengajukan gugatan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon bernama John Gunung Hutapea (Pemohon I), Deny Panjaitan (Pemohon II), Saibun Kasmadi Sirait (Pemohon III), serta Elvis Sitorus (Pemohon IV).
Baca juga: Partai Buruh Dukung Anies Baswedan Jadi Calon Gubernur Jakarta Setelah Menang Gugatan di MK
Mereka menilai, beleid itu tidak memberi perlakuan sama dan sederajat terhadap sesama warga negara dan bertentangan dengan konstitusi.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI-P Eriko Sotarduga menyatakan bahwa partainya tancap gas menentukan calon yang akan diusung usai MK menurunkan ambang batas pencalonan gubernur pada Pilkada Jakarta 2024 menjadi 7,5 persen.
Eriko menyatakan, partainya bisa saja mengusung Anies Baswedan atau pun Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Keduanya adalah eks Gubernur Jakarta yang masih memiliki elektabilitas cukup tinggi berdasarkan sejumlah lembaga survei.
"Nanti pasti pertanyaan teman-teman (wartawan) ini apakah Pak Ahok, apakah Pak Anies, apakah siapa lagi? Hendrar Priyadi, nah ini kita harus matangkan," kata Eriko ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Baca juga: Alasan MK Ubah Syarat Pencalonan di Pilkada terkait Pengusungan Partai yang tak Punya Kursi di DPRD
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah bahkan tidak menutup kemungkinan kans duet Anies-Ahok terbuka pasca putusan MK.
"Putusan MK ini membuka peluang PDI-P untuk maju melawan KIM Plus, sekaligus membuka peluang duet Anies-Ahok, karena dua tokoh ini yang terkuat saat ini," kata Deddy.
MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Pilkada
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan permohonan uji materiil UU Pilkada yang diajukan oleh Partai Buruh.
Permohonan dengan nomor perkara 60/PUU-XXII/2024 tersebut dikabulkan Mahkamah Konstitusi pada sidang pembacaan putusan yang digelar pada Selasa (20/8/2024).
Dalam putusannya MK menyatakan syarat pengusulan paslon pilkada oleh partai politik atau gabungan partai politik tidak lagi menggunakan ketentuan ambang batas kursi DPRD (20 persen) atau suara sah (25 persen).
Baca juga: Alasan MK Ubah Syarat Pencalonan di Pilkada terkait Pengusungan Partai yang tak Punya Kursi di DPRD
MK menetapkan syarat baru pengusulan paslon dengan menentukan ambang batas perolehan suara sah parpol/gabungan parpol yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah.
"Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5%, 7,5%, dan 6,5%," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin, Selasa, (20/8/2024).
Dengan putusan MK tersebut, maka untuk bisa ikut kontestasi di pilkada, yakni Pemilihan Gubernur di daerah dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2 juta, partai politik hanya membutuhkan 10 persen suara sah pada Pileg sebelumnya di daerah tersebut.
Kemudian pada daerah dengan DPT lebih dari 2 juta sampai 6 juta, maka partai politik hanya membutuhkan 8,5 persen suara sah.
Lalu daerah dengan DPT 6 juta sampai 12 juta, jumlah suara sah yang dibutuhkan untuk bisa mengusung calon gubernur dan wakil gubernur adalah 7,5 persen.
Serta daerah dengan DPT lebih dari 12 juta, maka jumlah suara sah yang dibutuhkan untuk bisa mengusung calon gubernur dan wakil gubernur adalah 6,5 persen.
Sementara itu untuk kontestasi pemilihan Bupati atau Walikota pada daerah dengan DPT 250 ribu, maka partai politik yang ingin mengusung calon bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota membutuhkan 10 persen suara sah pada Pileg sebelumnya di daerah tersebut.
Kemudian pada daerah dengan DPT 250 ribu hingga 500 ribu, jumlah suara sah yang dibutuhkan untuk bisa mengusung calon bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota adalah 8,5 persen.
Baca juga: Duet Anies-Ahok Mencuat usai MK Turunkan Ambang Batas Pencalonan di Pilkada, Ini Kata PDIP
Selanjutnya pada daerah dengan DPT lebih dari 500 ribu hingga 1 juta, jumlah suara sah yang dibutuhkan untuk bisa mengusung calon bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota adalah 7,5 persen.
Dan terakhir pada daerah dengan DPT lebih dari 1 juta, maka jumlah suara sah yang dibutuhkan untuk bisa mengusung calon bupati/wakil bupati atau wali kota/wakil wali kota adalah 6,5 persen. (Kompas.com/Tribunnews)