Isu DPR Mau Revisi UU Pilkada Anulir Putusan MK, Feri Amsari: Tak Boleh Diakal-akali
Feri Amsari tegaskan DPR tak boleh mengubah putusan MK 60/PUU-XXII/2024 karena sudah final dan berlaku sejak dibacakan.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari mengkritisi isu Badan Legislasi (Baleg) DPR akan merevisi UU Pilkada demi membatalkan Putusan MK soal perubahan syarat pencalonan kepala daerah.
Feri mengatakan, DPR tak boleh mengubah putusan MK 60/PUU-XXII/2024 karena sudah final dan berlaku sejak dibacakan.
"Putusan MK itu wajib dijalankan dan dilaksanakan dan putusan itu menyebutkan bahwa berlaku saat dibacakan," kata Feri kepada Tribunnews.com, Rabu (21/8/2024).
Dia menegaskan, putusan MK mungkin tak menyenangkan bagi semua pihak. Namun, sebagai kewajiban konstitusional wajib dijalankan.
"Tidak boleh diakal-akalin yah, mau diterapkan 2029, kembalikan ambang batas itu tidak boleh," ujar Feri.
Feri meminta putusan MK dilaksanakan sesegera mungkin dan DPR tak boleh membuat UU asal cepat jadi.
Menurutnya, jika itu dilakukan pemerintah dan DPR, maka mereka menentang konstitusi.
"Presiden dan DPR yang menentang konstitusi adalah perbuatan pelanggaran ketatanegaraan terbesar yang dapat menimbulkan akibat yang luar biasa bagi ketatanegaraan kita," ucap Feri.
Feri mengingatkan semua pihak agar berkontestasi di Pilkada sesuai dengan ketentuan konsitusional.
"Jadi bertarung lah dengan fair, jangan bertarung dengan membuat aturan main yang menyenangkan kita saja. Bertarung lah dengan peraturan yang betul-betul konsitusional," tuturnya.
Baca juga: Tak Mau Dikhianati, Komarudin Watubun: Anies Harus Jadi Kader PDIP Jika Maju Pilgub Jakarta
Baleg DPR dijadwalkan akan menggelar rapat kerja dengan pemerintah dan DPD RI untuk merevisi UU Pilkada hari ini.
Revisi UU Pilkada ini dilakukan bertepatan setelah MK menurunkan syarat ambang batas pencalonan atau "threshold" di Pilkada.
MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan Pilkada atas gugatan yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.
MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.
"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:
Baca juga: Baleg DPR Rapat Bahas Revisi UU Pilkada Hari Ini, PDIP Beri Wanti-wanti
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut.
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut.
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam setengah persen) di provinsi tersebut.
Putusan ini membuka peluang bagi Anies untuk maju di Pilkada Jakarta. Sebab, berdasarkan putusan ini, threshold pencalonan gubernur Jakarta hanya membutuhkan 7,5 persen suara pada Pileg sebelumnya.
Selain itu, PDIP juga bisa mengusung pasangan calon sendiri pada Pilkada Jakarta tanpa berkoalisi dengan parpol lain di Pilkada Jakarta.