Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kebut Revisi UU Pilkada, DPR Berpotensi Melanggar Pancasila dan UU-nya Cacat Sejak Terbitkan

Ia mengingatkan pihak DPR bahwa perubahan suatu undang-undang yang tidak meminta partisipasi masyarakat tidak memenuhi tujuan hukum itu sendiri ya

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Acos Abdul Qodir
zoom-in Kebut Revisi UU Pilkada, DPR Berpotensi Melanggar Pancasila dan UU-nya Cacat Sejak Terbitkan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana rapat kerja dengan Badan Legislasi DPR terkait pembahasan RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Badan Legislasi menggelar rapat kerja dengan Pemerintah dan DPD membahas RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota menjadi UU atau RUU Pilkada. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya pihak DPR RI merubah atau revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) guna menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam waktu dua hari, berpotensi melanggar Pancasila.

Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Johan Imanuel mengatakan, perubahan undang-undang merupakan hal yang lazim dan sah saja. Namun, perlu diingat pembuatan maupun perubahan undang-undang yang dilakukan DPR tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Di antaranya soal proses perancangan suatu undang-undang harus meminta partisipasi publik atau masyarakat.

Hal itu penting karena partisipasi masyarakat adalah bagian dari penerapan Sila ke-4 Pancasila.

"Sehingga jelas apabila undang-undang diubah tanpa meminta partisipasi masyarakat, tentu ini melanggar Pancasila, khususnya sila keempat," ujar Johan Imanuel dalam keterangan tertulis, Rabu (21/8/2024).

"Ingat, Pancasila adalah dasar negara dan sumber segala sumber hukum, yang berarti segala aturan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila," sambungnya.

Ia mengingatkan pihak DPR bahwa perubahan suatu undang-undang yang tidak meminta partisipasi masyarakat tidak memenuhi tujuan hukum itu sendiri yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.

Berita Rekomendasi

"Salah satu tujuan hukum tidak terpenuhi dalam suatu undang-undang, maka hal tersebut bisa dikatakan undang-undang tersebut cacat sejak diterbitkan," tandasnya.

Baca juga: Viral Postingan Peringatan Darurat Imbas DPR Anulir Putusan MK soal Pilkada

Diketahui, pihak DPR mendadak ingin revisi UU Pilkada sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan perkara Nomor 60.

Putusan itu menyatakan, partai politik (paprol) atau gabungan parpol peserta Pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (cakada) meski tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD.

Putusan itu membuat sejumlah partai non-set DPRD bisa mengusung calon kepala daerah pada Pilkada 2024, termassuk PDIP yang nyaris tidak bisa mengusung calonnya pada Pilkada Jakarta 2024 usai sebagian besar parpol pemilik kuris di DPRD bergabung dan mengusung Ridwan Kamil-Suswono sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. 

Dalam perkara uji materiil terpisah, MK juga dalam putusannya menyampaikan pertimbangan soal syarat usia pencalonan kepala daerah minimal 30 tahun dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU.

Pertimbangan putusan MK itu membuat putra bungsu Presiden Jokowi sekaligus Ketua Umum Partai Solidaritas Indoesia (PSI), Kaesang Pangarep, berpotensi gagal untuk diusung sebagai calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024. (Yls)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas