PDIP Terjegal di Pilkada Jakarta, Baleg DPR Putuskan Pilkada Hanya untuk Parpol Tak Lolos DPRD
PDIP terancam terjegal di Pilkada Jakarta usai Baleg DPR memutuskan hanya parpol tanpa kursi di DPRD yang bisa mengusung calon.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Badan Legislasi (Baleg) DPR) bersama Panitia Kerja (Panja) merevisi UU Pilkada yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) lewan nomor putusan 60/PUU-XXII/2024.
Dalam putusan tersebut, MK memberikan kelonggaran ambang batas pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik (parpol) peserta pemilu.
Namun, Baleg justru mengubahnya dengan hanya memberlakukan pengusungan calon di Pilkada bagi parpol yang tidak lolos DPRD.
Padahal, berdasarkan putusan MK, parpol atau gabungan parpol bisa mengusung calon di Pilkada dengan beberapa ketentuan.
Contohnya, di Pilkada Jakarta, parpol atau gabungan parpol bisa mengusung calon sendiri di Pilkada dengan minimal raihan suara di Pemilu 7,5 persen.
Selain itu, Baleg kembali memasukkan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah bagi parpol yang memiliki kursi di parlemen.
Padahal, pasal tersebut sudah dicabut oleh MK pada putusan yang dibacakan Selasa siang kemarin.
Terkait hal ini, anggota Baleg dari Fraksi PAN, Yandri Susanto mengungkapkan putusan tersebut diputuskan karena menurutnya syarat dukungan dari partai pemilik kursi DPRD tidak bisa dicampur dengan partai yang tak punya kursi.
"Yang punya kursi itu tetap mengacu 20 persen, nggak bisa di-mix, kacau nanti kalau sebagian pakai kursi sebagian pakai suara, itu nggak bisa. Nanti ke KPU-nya gimana," ujar Yandri usai rapat Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu (21/8/2024).
Baca juga: Raker Baleg Bersama Pemerintah Terkait Revisi UU Pilkada Inisiasi dari Dasco
Yandri pun mengklaim adanya otak-atik terkait putusan MK ini bukan wujud perlawanan dari DPR.
"Jadi tidak ada yang kita lawan di putusan MK," ujarnya.
PDIP Terjegal di Pilkada Jakarta
Di sisi lain, PDIP pun bisa terjegal di Pilkada Jakarta pasca-putusan Baleg DPR tekrait revisi UU Pilkada ini.
Hal tersebut lantaran berdasarkan putusan itu, hanya parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD saja yang bisa mengusung calon sendiri dengan syarat suara sah di Pemilu minimal 7,5 persen.
Sedangkan, PDIP lolos ke DPRD Jakarta dengan meraih 850.174 suara atau 14,01 persen.
Selain itu, partai berlambang banteng itu juga semakin terjegal ketika Baleg kembali memasukan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mewajibkan ambang batas parlemen 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah untuk mengusung calon.
Dengan adanya aturan tersebut, PDIP tidak bisa mengusung calon sendiri di Pilkada Jakarta.
Di sisi lain, ada sinyal PDIP akan berkoalisi dengan Partai Ummat dan Partai Buruh untuk mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta.
Baca juga: Sempat Diwarnai Debat, Baleg DPR Sepakat Batas Usia Cagub Ikut Putusan MA Bukan MK
Namun, jika ketiga partai tersebut berkoalisi, itu pun masih belum memenuhi ambang batas 20 persen kursi di DPRD.
Ketika diakumulasikan, tiga partai itu hanya memiliki suara di DPRD sebesar 16,09 persen.
Adapun Partai Ummat hanya meraih 56.271 suara atau 0,93 persen dan Partai Buruh sebesar 69.969 suara atau 1,15 persen.
PDIP Kecam Baleg
Politisi PDIP, Mohammad Guntur Romli mengecam putusan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan di Pilkada.
Guntur Romli menegaskan, seharusnya putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Ini bertentangan dengan putusan MK, karena itu sudah jelas putusannya 7,5 persen untuk parpol yang punya kursi atau yang gak punya kursi."
"Menurut hukum tertinggi di negeri ini yaitu UUD 1945 pasa 24 C, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat," ujar Guntur Romli kepada Tribunnews.com, Rabu (21/8/2024).
Baca juga: Momen Supratman Hadiri Rapat Perdana Baleg sebagai Menkumham, Langsung Bahas RUU Pilkada
Guntur Romli menegaskan partainya akan mengawal terus putusan MK ini demi kedaulatan rakyat.
"PDI Perjuangan akan mengawal putusan MK sampai titik darah penghabisan karena ini terkait konstitusi dan juga kedaulatan rakyat," tegasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Rizki Sandi Saputra)
Artikel lain terkait Pilgub Jakarta