DKPP: KPU RI Lakukan Pembangkangan Hukum di Pileg 2024
Atas pertimbangan tersebut, DKPP menjatuhkan hukuman berupa sanksi peringatan keras kepada para enam komisioner, termasuk Ketua KPU RI.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada seluruh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI karena terbukti melakukan kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).
Terkait keputusan itu, anggota Majelis Hakim DKPP Ratna Dewi Pettalolo menyatakan, KPU RI telah melakukan pembangkangan terhadap hukum.
Pasalnya, KPU RI tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu sesuai dengan ketentuan Pasal 462 Undang-Undang 7 Tahun 2017 terhadap pemenuhan keterwakilan 30 persen keterwakilan perempuan yang berakibat pemungutan suara ulang yang di dapil enam Provinsi Gorontalo.
"Berbunyi, KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten-Kota wajib menindak lanjuti putusan bawaslu, bawaslu Provinsi dan bawaslu Kabupaten-Kota paling lama 3 hari sejak tanggal putusan dibacakan," kata Ratna Dewi dalam sidang yang digelar, di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Selain itu, putusan Bawaslu nomor 010 tertanggal 29 November 2023 juga telah memerintahkan kepada KPU RI untuk melakukan perbaikan administratif terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme pada tahapan pencalonan anggota DPR.
Hal itu dengan menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung nomor 24P/HUM/ 2023 dan Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial.
Akan tetapi, termohon dalam hal ini KPU RI tidak langsung menerapkan keputusan MA tersebut.
"Seharusnya termohon dapat segera menerapkan putusan Mahkamah Agung nomor 24P/HUM/2023 tentang ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam menetapkan DCT atau daftar calon tetap," kata dia.
Baca juga: Golkar Terus Buka Pintu untuk Jokowi
Atas hal itu, ketika KPU RI tidak mengubah PKPU 10/2023 dengan mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 24P/HUM/2023 telah menyebabkan ketidak pastian hukum.
Sebab, beberapa jejaran KPU di tingkat bawah tetap menetapkan DCT anggota DPRD sekalipun terdapat jumlah partai politik yang tidak memenuhi kota keterwakilan perempuan 30 persen.
Oleh karenanya, majelis hakim DKPP kata Ratna, menilai kalau KPU RI tidak secara serius mengikuti apa yang menjadi aturan dari Undang-Undang.
"Tindakan teradu 2 sampai dengan teradu 7 merupakan tindakan pembangkangan terhadap hukum dan etika telah menimbulkan dampak yang luas dan merugikan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk memenuhi keterwakilan perempuan dalam politik," tutur dia.
Baca juga: Rekapitulasi Pilkada di Papua Tak Kunjung Rampung, Ternyata Petugas KPU Disekap
KPU RI juga dinilai menunjukkan sikap yang tidak berpihak pada kepentingan perempuan dalam pemenuhan kebutuhan perempuan di bidang politik.