Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Duga Beredarnya Surat Konsultasi KPU Bahas Putusan MA Soal Pilkada Untuk Kocok Ruang Publik

Zainal Arifin Mochtar, merespons terkait beredarnya surat permintaan konsultasi dan konsinyering kepada Komisi II DPR RI di media sosial.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pakar Duga Beredarnya Surat Konsultasi KPU Bahas Putusan MA Soal Pilkada Untuk Kocok Ruang Publik
Tribunnews.com/ Ibriza
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (24/8/2024). 

Laporan wartawan Tribunnws, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, merespons terkait beredarnya surat permintaan konsultasi dan konsinyering Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kepada Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di media sosial.

Zainal menilai, hal seperti demikian bukan kali pertama terjadi.

Ia menduga terkait beredarnya surat tersebut hanya untuk mengocok ruang publik.

"Itu kan bukan kali pertama nih yang begini-begini. Setiap ada apa-apa tiba-tiba ada surat keluar dan beredar di kalangan. Saya duga untuk mengocok ruang publik," kata Zainal, kepada wartawan di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (24/8/2024).

"Jadi mungkin lebih bagus untuk dipastikan," lanjut dia.

Baca juga: Surat Rapat Bahas Putusan MA Beredar, DPR-KPU Tegaskan Revisi PKPU Pilkada Tetap Versi MK

Ia mengatakan, saat ini publik perlu mengawal janji KPU bahwa persoalan terkait UU Pilkada belakangan ini akan diselesaikan dengan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60 dan 70/PUU-XXII/2024.

BERITA TERKAIT

"Kalau enggak percaya KPU, ya saya setuju. Tapi paling tidak, ruang untuk KPU mau macam-macam itu sebenarnya sempit," ucapnya.

Ia menyoroti demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan kalangan masyarakat sipil yang begitu besar dalam merespons rapat Baleg DPR dengan pemerintah.

Baca juga: Pimpinan DPR RI Minta KPU Segera Terbitkan PKPU Baru Rujukan Putusan MK

Unjuk rasa tersebut akhirnya mampu mendesak DPR membatalkan pengesahan Revisi UU Piilkada.

"Saya enggak yakin KPU mau berani menghadapi gelombang besar. Gedung, pagar besar itu aja roboh. Ya tapu kita lihatlah besok, kan. Karena semua bisa terjadi," jelasnya.

Lebih lanjut, menurutnya, jika KPU memang tidak menepati janjinya, maka kericuhan akan semakin besar.

Sebelumnya, beredar surat permintaan konsultasi dan konsinyering Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kepada Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di media sosial.

Surat itu memuat permintaan KPU untuk membahas perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 dan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/202 soal tafsir penetapan usia pencalonan kepala daerah.

Halaman
12

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas