UU Pilkada Digugat ke MK, Pemohon Minta Pejabat dan TNI/Polri Juga Dipenjara Jika Langgar Netralitas
Pemohon meminta supaya pejabat daerah dan TNI/Polri yang melanggar netralitas dalam pilkada juga dapat dipidana dan dikenai sanksi.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasal 188 UU 1/2015 tentang Pilkada digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon, Syukur Destieli Gulo meminta supaya pejabat daerah dan TNI/Polri yang melanggar netralitas dalam pilkada juga dapat dipidana dan dikenai sanksi.
Dalam pasal 188, hanya pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), dan kepala desa yang dipidana penjara dan denda jika melanggar netralitas.
Destieli menjelaskan, ketiadaan frasa “pejabat daerah” dan frasa “anggota TNI/Polri” dalam rumusan pasal 188 berpotensi melanggar hak konstitusionalnya dalam pilkada yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pasal 188 UU, menurutnya harus bersesuaian dengan Pasal 71 UU 10/2016 yang berbunyi:
(1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Dalam pasal 71 ayat (1) UU a quo terdapat frasa “pejabat daerah” dan “anggota TNI/POLRI” sehingga rumusan Pasal 188 UU 1/2015 semestinya mengandung kedua frasa tersebut.
Dalam petitumnya, Destieli meminta mahkamah menyatakan Pasal 188 1/2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri, dan kepal atau sebutan lain atau lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta," ujar Destieli dalam ruang sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Destieli juga meminta mahkamah menjadikan perkara 136/PUU-XXII/2024 ini diproritaskan mengingat tahapan pelaksanaan kampanye saat ini sudah mulai berjalan.