Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Agnes Guer Perempuan Talibura Teruskan Warisan Leluhur, Tenun Ikat Sikka Flores

Agnes Guer, perempuan asal Talibura, Sikka, meneruskan ketrampilan leluhurnya menenun kain ikat khas Sikka, Flores, NTT.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Agnes Guer Perempuan Talibura Teruskan Warisan Leluhur, Tenun Ikat Sikka Flores
TRIBUN FLORES/GORDY DONOVAN
Mama Agnes Guer (60), warga Talibura, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, menenun kain ikat khas Sikka. Ia terampil menenun sejak usia 15 tahun. 

Ia mengatakan benang yang dipakai bisa didapatkan secara alami dari kapas asli dan digulung serta benang dibeli di toko.

"Kami gulung kapas asli dan juga beli di toko-toko," ujarnya. Sekretaris Kelompok Tenun Ikat Ulimuri, Maria Avelina Sophu (42) mengatakan kawasan itu setiap hari ramai.

Karena mama-mama mulai menenun pada pukul 10.00 Wita hingga pukul 17.00 Wita.

Ia menuturkan kebersamaan di sana sangat kuat, dan jiwa saling membantu atau gotong royongnya masih kental.

Ia mengatakan saat ini mereka didampingi oleh beberapa orang yang peduli terhadap warisan leluhur itu.

Mereka fokus memberikan pelatihan serta motivasi agar ibu-ibu di Kampung Ona terus berjuang untuk bisa bertahan hidup.

Sebab tidak ada pekerjaan lain untuk mereka lakukan selain menenun. Dari menenun mereka bisa menghidupi keluarga mereka dan memenuhi kebutuhan sosial lainnya seperti acara adat.

BERITA REKOMENDASI

Ia mengaku kendala saat itu adalah pemasaran. Mereka biasanya langsung ke Pasar Alok, Kota Maumere, untuk menjual tenun.

"Kendalanya pemasaran. Alat-alat di Lo'a ini belum lengkap. Belum ada ada papan pemidang, penyangga dan alat untuk rendam benang seperti periuk tanah tidak ada, terpaksa kami pakai baskom,"ujarnya.

Ia mengatakan jika tidak menenun maka secara ekonomi akan kesulitan dan tidak akan ada penghasilan.

Sebelum pandemi Covid-19 mereka banyak mendapatkan uang dari menjual sarung tenun.

Namun, saat pandemi semua mimpi mereka seolah sirna.


Semangat mereka untuk menenun perlahan mulai pudar karena kesulitan memasarkan tenun, apalagi daya beli di pasaran sangat kurang.

Tapi mereka terus optimistis karena kini pandemi sudah berakhir dan harus bangkit meskipun masih memiliki keterbatasan sarana dan prasarana.

"Pekerjaan kami setiap hari begini sudah, kalau kami tidak tenun kami tidak bisa beli ini, beli itu, tidak bisa biayai anak-anak sekolah. Menenun ini sangat membantu kami," ujarnya.(Tribunnews.com/TribunFlores.com/Gordy Donovan)

ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ; 

Baca Selanjutnya: Cerita mama mama di sikka gotong royong buat sarung tenun ikat agar asap dapur tetap mengepul

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas