Ratih Gadis Subang Lulusan Universitas Terbuka Bandung Pimpin Sekolah di Desa Terpencil
Ratih, gadis lulusan Universitas Terbuka Bandung mendirikan sekolah di dusun terpencil Sukanegara, Cibitung, Ciater, Subang, Jawa Barat.
Editor: Setya Krisna Sumarga
"Pendirian sekolah ini berawal dari keprihatinan saya melihat rendahnya tingkat pendidikan dan banyaknya pernikahan dini di desa Cibitung Kecamatan Ciater," katanya
"Di Desa Cibitung ini, tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih sangat rendah, fasilitas pendidikan pun sangat minim sekali, dan banyaknya pernikahan dini," imbuhnya
"Bangunan sekolah ini didirikan oleh Bapak Heri, beliau mendapatkan warisan dari orang tuanya semuanya dibangunkan sekolah ini yang saat ini memiliki 3 ruang kelas dan 1 ruang guru dan ada juga donatur dari PT PRM,” tutur Ratih, yang saat ini jadi Kepala SMK Triyasa
Ratih, juga mengaku prihatin, masyarakat Desa Cibitung ini lebih memilih menikahkan anaknya ketimbang melanjutkan sekolah ke tingkat SMP-SMA/SMK
"Masyarakat di sini beranggapan untuk apa sekolah? Lebih baik menikah untuk anak perempuan. Sementara untuk anak laki-laki di pekerjakan di perkebunan sebagai pemotong kayu," ungkapnya
"Rata-rata pendidikan masyarakat di Desa Cibitung SD sampai SMP. Prinsip masyarakat di sini yang penting anak sudah bisa baca dan nulis sudah cukup, tak perlu sekolah tinggi-tinggi," imbuhnya
Ratih mengungkapkan anak-anak di sini, umumnya lulus SD langsung nikah. Dengan kita mendirikan SMP diharapkan bisa mengurangi pernikahan dini.
"Mudah-mudahan keberadaan SMP dan SMK Triyasa yang saya dirikan ini walapun banyak halang rintang, tapi tujuan utamanya untuk mencegah pernikahan dini, meningkatkan tingkat pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta membantu warga tak mampu untuk mendapatkan Pendidikan," tuturnya.
"Yang sekolah di sini ada 30 siswa yang berasal dari para orangtua yang masih memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan, dan tidak memilih menikahkan anaknya," ucapnya
Bahkan, kata Ratih, ada juga yang sudah sekolah terus berhenti demi menikah. Selain itu ada juga yang sudah beres ujian belum keluar ijasah langsung dinikahkan.
"Semua itu terjadi tak lepas dari prinsip masyarakat, buat apa sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya ke dapur. Pola pikir masyarakat di Desa Cibitung ini belum berkembang, harus sama-sama kita ubah agar masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan," katanya
Ratih berharap, sekolah SMP SMK Triyasa ini bisa diperhatikan lebih oleh pemerintah. Sekalipun di pelosok, ia berharap ke depan sekolah ini bisa lebih baik dan lebih layak lagi bangunannya.
"Semoga ke depan sekolah ini bisa lebih maju, bangunannya bisa lebih layak, karena sebelum ada bangunan ini, para pelajar di sini belajar di saung," ucapnya
Sementara untuk pengajar, kata Ratih, umumnya merupakan anak didiknya waktu SMP/SMK kemudian melanjutkan ke UT Bandung dan mengabdikan ilmunya di desa itu.