Kuliner Ekstrem Ulat Sagu di Sentani Jayapura, Anda Berani Mencoba?
Ulat Sagu dikenal lama dan dikonsumsi warga Papua. Kampung Yoboi di tepi Danau Sentani punya acara tahunan Festival Ulat Sagu.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Bagi masyarakat Sentani, ulat sagu memiliki protein tinggi. Oleh karena itu, setiap ibu hamil diwajibkan mengonsumsi ulat sagu.
“Setiap ibu yang mengandung diwajibkan harus mengkonsumsi ulat sagu,” kata Billy.
Billy membeberkan, setelah ulat diambil, akan tumbuh jamur di pohon sagu tersebut.
Bagi masyarakat Sentani, jamur sagu bisa menyembuhkan luka karena mengandung ampisilin.
“Biasanya ibu hamil setelah melahirkan mereka akan makan jamur sagu untuk proses penyembuhan terhadap luka-luka yang ada setelah melahirkan,” bebernya.
Menurut Billy, mengonsumsi ulat dan jamur sagu merupakan sebuah tradisi yang sudah terjadi sejak nenek moyang dan masih dilanjutkan sampai sekarang.
“Inilah kearifan yang kita angkat kembali menjadi Festival Ulat Sagu. Karena mengonsumsi ulat dan jamur sagu merupakan tradisi yang sudah sejak leluhur hingga saat ini,” tuturnya.
Bakar dan Rebus
Billy menjelaskan, ulat sagu yang telah diambil akan diletakkan di pelepah sagu atau ember berukuran kecil.
Ulat sagu yang baru diambil bisa langsung dibakar seperti membuat sate atau direbus.
Jika telah matang, maka bisa langsung dikonsumsi.
“Bisa bakar, bisa juga rebus. Tergantung selera. Proses bakar dan rebus tidak memakan waktu, sekitar 5-10 menit. Setelah itu bisa langsung dimakan,” jelasnya.
Ulat itu juga bisa diolah dengan sagu. Ulat yang diambil dari pohon dicampur dengan sagu kering lalu dibakar.
“Ulat yang diambil dari pohon sagu bisa dicampur dengan sagu lalu dibakar. Bisa juga dimasukkan dalam bambu kemudian dibakar. Bisa juga dicampur dengan sayur lalu dimasak. Tergantung dari selera masyarakat sendiri,” ujarnya.