Jokowi: Enggak Berani Ambil Risiko Jangan Jadi Pemimpin
Proyek-proyek itu juga sudah direncanakan selama 20 hingga 25 tahun.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo tak kuasa untuk membendung curahan hati perihal masalah megaproyek mass rapid transit (MRT).
Di hadapan 10 ribu peserta silaturahmi dengan Gubernur DKI di Istora Senayan, mantan Wali Kota Solo itu menumpahkan curahan hatinya tersebut.
"Saya ini baru lima minggu bekerja, tapi selalu saja dikejar-kejar untuk diputuskan," kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (2/12/2012) kemarin yang dikutip dari Tribun Digital.
Menurut Jokowi, Jakarta itu memang sangat memerlukan transportasi massal, seperti MRT dan monorel. Proyek-proyek itu juga sudah direncanakan selama 20 hingga 25 tahun.
"Kalau enggak segera diputuskan ya enggak akan punya. Bahkan Kuala Lumpur sudah jadi proyeknya, kita malah belum mulai," kata Jokowi.
Jokowi berjanji akan memutuskan nasib megaproyek transportasi massal berbasis rel yaitu Mass Rapid Transit (MRT) dan monorel. Ia yakin akan memutuskannya dengan segala risikonya.
"Saya janji sebelum akhir tahun semuanya akan kita putuskan dengan segala risikonya," kata Jokowi seraya menegaskan, segala resiko akan ditanggung atas keputusannya tersebut.
"Kalau pemimpin enggak berani ambil risiko, ya enggak usah jadi pemimpin. Dalam pikiran saya, kalau semuanya untuk masyarakat kenapa kita harus takut? Kalau kita enggak ambil uang serupiah pun kenapa harus takut," tuturnya.
Ia berharap, keputusan pemerintah DKI Jakarta disokong jajaran di bawah, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan masyarakat Jakarta.
"Harus yakin dan optimis. Enggak ada kata menyerah dalam kamus saya. Kalau semuanya mendukung ya selesai masalahnya," urainya.
Megaproyek Mass Rapid Transit (MRT) tak jua mendapat restu Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Sejumlah masalah menjadi batu sandungan restu mantan Wali Kota Solo itu tak juga mencair.
Kabar terbaru, Jokowi -sapaan Joko Widodo- memberi syarat atas proyek yang mendapat pinjaman dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Jokowi berencana merenegosiasi pengembalian pinjaman JICA.
Jokowi meminta pemerintah pusat menanggung beban pengembalian utang lebih besar dibanding pemerintah DKI Jakarta. Ia meminta pemerintah pusat menanggung beban pengembalian pinjaman sebesar 70 persen.
Sedangkan pemerintah DKI Jakarta menanggung beban utang senilai 30 persen. "Proyek ini dilanjutkan asal pembagian 70-30 itu dikabulkan," ujar Jokowi.
Menurutnya, pembagian beban pengembalian utang proyek MRT sebesar 58 persen sangat memberatkan APBD DKI Jakarta. Sementara, pemerintah pusat hanya menanggung beban pengembalian utang senilai 42 persen dari total pinjaman 15 triliun.
"Pusat memang harusnya yang lebih gede, agar beban dari APBD enggak banyak. Jadi akan saya kalkulasi untuk mengembalikan agar juga dapat meringankan," jelasnya seraya menjelaskan, beban pengembalian utang yang besar berpengaruh terhadap pemberian subsidi harga tiket. "Jadi nanti subsidi tiket tidak terlalu besar," paparnya.
Jokowi berharap, harga tiket MRT berkisar antara Rp 9-10 ribu. Sedangkan dalam hitungannya, harga tiket tanpa subsidi sebesar Rp 38 ribu. Rencananya dari nilai itu, nanti akan diberi subsidi Rp 15 ribu.
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo menanggapi permintaan Jokowi soal beban utang di megaproyek MRT. Agus pun memberi sinyal penolakan atas permintaan Jokowi tersebut.
"Permintaan Pemda itu baik, tapi itu harus dilakukan oleh pemda," ujar Agus di Jakarta, Jumat (30/11/2012) lalu.
Mantan Dirut Bank Mandiri itu berkilah, sepatutnya masalah transportasi publik itu menjadi beban pemerintah daerah Jakarta. "Kalau tidak, nanti pemda-pemda lain menangkap masalah transportasi publik bukan merupakan prioritasnya," katanya seraya mengemukakan, pemerintah pusat akan membantu pemerintah daerah melalui format hibah. Bentuk hibah itu merupakan bantuan besar untuk merealisasikan megaproyek itu. zul/kps/wk