Kisah Penjaga Pintu Air Manggarai
Mengawasi banjir pada malam hari, merupakan tugas sehari-hari Pardjono (54), Kepala Menara Air di Manggarai, Jakarta Selatan.
Penulis: Arif Wicaksono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengawasi banjir pada malam hari, merupakan tugas sehari-hari Pardjono (54), Kepala Menara Air di Manggarai, Jakarta Selatan.
Pada tengah malam, ia sering tidak pulang untuk memantau pergerakan air yang tidak mengenal waktu. Pada waktu Siaga 1 misalnya, ia kerap pulang hingga pukul 04:00 WIB, untuk mengawasi ketinggian menara air di Manggarai.
"Kalau siaga satu saya tidak pulang. Kalau sudah siaga empat, baru saya pulang lebih awal," ujarnya sambil tertawa ketika ditemui Tribunnews.com, Jumat (17/1/2013).
Saat siaga satu dan dua, Pardjono sering bermalam di kantornya di Menara Air Manggarai. Menemani malam dengan empat temannya, ia kerap memantau pergerakan air di Menara Manggarai. Pada malam hari, ia hanya ditemani dua temannya.
"Dari empat orang itu, hanya dua yang biasanya menemani saya," katanya.
Koordinasi dengan pihak pintu air lain seperti di Depok atau Kanal Banjir Barat, menjadi pertimbangan apakah akan membuka pintu air di Manggarai atau tidak. Jika air dirasa belum meluber, maka pembukaan pintu kanal tidak akan dilakukan.
Koordinasi dilakukan pada pukul 02:00 WIB hingga pukul 04:00 WIB. Posisi air saat malam lah yang akan menentukan, apakah akan membuka menara air atau tidak.
Bapak empat anak ini juga kerap menerima protes dari istrinya, jika kerap pulang malam hanya untuk memantau ketinggian air.
"Anak enggak protes, tapi istri yang protes," ucapnya.
Menutur Pardjono, banjir kali ini tidak separah pada 2007, yang waktu itu ketinggian air mencapai 1.095 centimeter. Sedangkan tahun ini hanya mencapai 1.030 centimeter. Jumlah sampah pun tidak sebanyak dulu. Jika tahun lalu bisa menumpuk, tahun ini diperkirakan bisa lebih ringan, dengan jumlah sampah mencapai 40 ton. (*)