Ajat Suami Korban Kecelakaan: Dia Peluk Saya Mesra Banget
Kecelakaan maut di Jalan Raya Puncak-Ciloto, Rabu (27/2/2013) siang telah memisahkan mereka berdua untuk selama-lamanya
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak pernah terbayangkan oleh Ajat Sudrajat (26), pelukan sang istri Siti Badriatun Munawaroh (20) menjadi pelukan terakhir yang dirasakannya. Kecelakaan maut di Jalan Raya Puncak-Ciloto, Rabu (27/2/2013) siang telah memisahkan mereka berdua untuk selama-lamanya.
Di depan kantung jenazah istrinya, Ajat hanya bisa menangis meratapi kepergian istri tercinta yang dinikahinya dua bulan lalu. "Awalnya saya malas berangkat dziarah, tapi istri saya maksa ikut. Ya sudah, sayapun ikut untuk menemani, tapi ternyata Allah SWT berkehendak lain, istri saya meninggal dalam kecelakaan ini," ucap Ajat dengan nada sedih.
Warga Kampung Bojong Salak RT 4/05, Desa Sukamulih, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor itu sehari-harinya membuka warung sembako di Kampungnya. "Kegiatan dziarah itu rutin dilakukan setahun sekali untuk memperingati Maulud Nabi atau acara besar Islam lainnya," katanya.
Untuk ikut berdziarah, setiap warga kata Ajat dipungut biaya Rp 65 ribu. Dia sendiri duduk di bangku paling belakang kiri dekat dengan pintu berdua dengan istrinya. "Pas kejadian saya tidak ingat apa-apa lagi, tahu-tahu udah di rumah sakit," ujar Ajat yang mengalami luka di kepala.
Selepas Masjid At-Taawun, sikap istrinya agak berbeda. Wanita pujannya itu tiba-tiba memeluk erat tubuh Ajat dengan erat."Biasanya enggak gitu, tapi dia peluk saya mesra banget," ucapnya.
Ternyata itu menjadi pelukan terakhir yang dirasakan Ajat dari istrinya. Karena tidak lama kemudian, bus oleng dan menabrak dinding tembok sehingga merenggut nyawa istrinya.
Sejumlah warga di sekitar lokasi kejadian mengaku ditempat itu sering terjadi kecelakaan. Selain itu kata warga, daerah itu cukup angker. Malam sebelumnya, beberapa warga sempat mendengar suara-suara aneh. Seperti lolongan anjing dan suara anak kecil menangis.
Ny Endang, pemilik warung dekat lokasi yang pertama kali mendengar suara anak kecil menangis. Suara tangisan yang tidak asing ini, membuat dirinya melarang suaminya keluar bepergian sejak pagi. "Sekitar jam 12 malam, kedengeran ada suara anak kecil nangis.Saya mulai punya firasat, ini pasti ada kejadian besar. Ternyata ada bus nabrak tebing," katanya. (warta kota/wid)
Ikuti berita tentang Kecelakaan Maut Puncak di Tribun Jakarta Digital Edisi Kamis 28 Februari 2013 pagi atau copy link http://digital.jakarta.tribunnews.com/edition/2013/02/28/pagi