Kuasa Hukum Guru T: Seks Oral Itu Gosip Murahan
Sahfuddin kuasa hukum guru T (46), yang dituduh memaksa siswi kelas XII, MA (17) memberikan seks oral, membantah bahwa
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sahfuddin kuasa hukum guru T (46), yang dituduh memaksa siswi kelas XII, MA (17) memberikan seks oral, membantah bahwa kliennya telah melakukan tindakan asusila yang dituduhkan muridnya.
"Ngga ada. Ini gosip murahan. Bapak (T) sudah cerita semuanya. Saya melihat ada kepentingan lain di sini," kata Sahfuddin saat ditemui di SMA negeri di bilangan Matraman, Jakarta Timur, Jumat (1/3/2013).
Menurut Sahfuddin, kliennya sudah menceritakan semua kronologi kejadian. Dari hasil pemeriksaan, Sahfuddin menduga ada kepentingan lain di balik pelaporan kasus ini ke Polda Metro Jaya.
"Kepentingan dari pihak-pihak lain di sekolah. Mungkin dia mau jadi Kepsek," lanjutnya.
Sahfuddin mengaku pernah mengumpulkan murid-murid di sekolah ini untuk meminta keterangan. Hasilnya, korban MA diketahui memiliki pacar yang juga guru di sekolah tersebut.
Diberitakan sebelumnya, MA dipaksa melakukan oral seks sebanyak empat kali oleh gurunya berinisial T. Aksi itu pertama kali dilakukan satu kali di bulan Juni 2012 di salah satu tempat wisata besar di Jakarta Utara dan tiga kali dilakukan pada Juli 2012, masing-masing di tempat yang sama saat pertama kali, Bogor, dan rumah T di Bekasi.
Sang guru, kata MA, selalu menyertai aksi bejat dengan sejumlah ancaman. Ancaman yang diterimanya antara lain akses mendapat ijazah dipersulit serta nilai Ujian Nasional yang jelek. T memperlakukan MA layaknya wanita bayaran.
Usai memaksa MA oral seks, pelaku menurunkan korban di tepi jalan dekat dengan rumah dan memberi uang Rp 50.000 untuk ongkos pulang. MA yang tak bisa berbuat banyak terpaksa menerima dan memilih memendamnya dalam hati.
Terungkapnya kasus tersebut bermula saat MA sudah tak tahan lagi untuk menceritakan aibnya. Seorang guru berinisial Y pun menjadi tempat curhat pertamanya. Y kemudian berkoordinasi dengan keluarga korban dan akhirnya mereka memberanikan diri melaporkan aksi amoral pelaku ke Polda Metro Jaya, 9 Februari 2013. Tiga hari kemudian, korban telah melakukan visum psikologis di RSCM dan hingga kini, proses penyelidikan baru pemanggilan korban dan saksi
"Saya mau ini nggak terulang lagi, baik sama saya atau pun sama adik-adik kelas saya," ujar MA.