Saat Siswi SMA Belajar Jadi Petugas Forensik, Lakukan Olah TKP
Beginilah kalau anak-anak SMA belajar jadi petugas forensik, pelajari cara olah TKP.
Penulis: Daniel Ngantung
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekelompok perempuan muda sibuk meneteskan larutan antigen A, B, AB dan Control di atas lembaran sampel darah.
Sementara di tempat lain, tim lain secara seksama mengamati sehelai rambut dengan bantuan mikroskop.
Ada pula rim yang sedang membubuhkan bubuk dusting di permukaan botol. Botol tersebut lantas ditiup sampai bercak sidik jari terlihat.
Tim lain lagi sedang sibuk meneteskan cairan lugol's lodine di atas sisi kue, dan mewancara beberapa orang.
Begitulah suasana permainan CSI (Crime Scene Investigation) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai permainan olah TKP - Tempat Kejadian Perkara.
Layaknya petugas forensik, para peserta diminta mengolah tempat kejadian perkara. Mereka mengumpulkan bukti-bukti seperti sidik jari, golongan darah, jenis rambut, atau jejak sepatu yang sekiranya dapat menguak kasus kriminal.
Tugas mereka saat itu adalah menyelediki kasus pemukulan seorang perempuan. Dengan bukti yang terkumpul dan analisa yang tepat, mereka diharapkan dapat menemukan pelakunya.
Permainan berbau ilmu pengetahuan ini adalah bagian dari kegiatan L'Oréal Girls Science Camp (LGSC) 2013 yang berlangsung pada 21-22 Mei di Lembaga Eijkman dan Panjang Jiwo Resort, Sentul, Jawa Barat.
LGSC adalah kegiatan tahunan L'Oréal Indonesia dan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang bermisi memupuk minat dan kecintaan para perempuan muda Indonesia terhadap sains.
Pesertanya adalah para siswi kelas X dari berbagai SMU di Indonesia. Tahun ini, ada 15 SMA, masing-masing terdiri dari tiga siswi, yang berpartisipasi. Beberapa di antaranya berasal dari Yogyakarta, Bali, Semarang, dan, yang terjauh, Medan.
"Dari 129 sekolah yang kami undang, hanya 50 yang merespon. Setelah menilai karya tulis mereka, akhirnya terpilihlah 15 SMU tersebut," ujar Ovidia Nomia selaku Public Relations Manager PT L'Oréal Indonesia.
Pada tahun kesembilannya ini, LGSC mengusung tema "DNA Forensik Menguak Tabir Kejahatan". Untuk mengenalkan topik forensik DNA, L'Oréal Indonesia menggandeng Lembaga Eijkman.
Lembaga Eijkman adalah sebuah lembaga terkemuka di Indonesia untuk bidang biologi molekuler.
Dalam hal forensik DNA, lembaga ini pernah menangani beberapa kasus besar seperti pemboman Kedubes Australia (2004) dan Hotel JW Marriot (2009).
Kegiatan dimulai pada Selasa (21/5/2013) pagi dengan kunjungan ke Lembaga Eijkman yang lokasinya tepat berada di samping Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Tim peserta diajak berkeliling melihat aktivitas di beberapa laboratorium di lembaga tersebut seperti laboratorium forensik, isolasi DNA, dan penggandaan DNA.
Setelah berkeliling dan dibekali pengetahuan tentang DNA Forensik, mereka diberikan sebuah studi kasus yang harus dipecahkan. Hasil analisa dipresentasikan keesokan harinya di Panjang Jiwo Resort.
Menjelang siang, tim peserta bertolak ke Panjang Jiwo Resort. Di lokasi itu, mereka mengikuti berbagai aktivitas menarik seperti workshop kulit wajah sehat bersama Tasya Kamila, CSI Games, dan sesi diskusi bersama AKBP dra. Endang Sri Mulyaningsih, M.Biomed, APT dari Departemen Kepolisian Forensik Nasional Indoensia.
Di dua sesi terakhir ini, antusiasme para peserta terhadap dunia forensik DNA begitu terasa. Terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dan semangat mereka memecahkan kasus CSI Games.
Selasa berganti Rabu. Itu artinya hari presentasi sudah tiba. Masing-masing tim diberi waktu 10 menit untuk mempresentasikan analisa mereka terhadap studi kasus pembunuhan di depan para juri.
Bertindak sebagai juri adalah dr. Loa Helena Surjadi M.S. (Lembaga Eijkman) dan tiga penerima beasiswa L'Oréal-UNESCO For Women in Science, Fenny M. Dwivany, Ph.D, Rani Sauriasari, M.Sc, Ph.D, Apt, dan Elvi Restiawaty, Ph.D.
Cara presentasi para tim cukup unik dan kreatif tanpa meninggalkan bobot materi. Mulai dari mengemasnya dalam bentuk sandiwara hingga penyampaian ala wartawan tv. Ada pula yang mempresentasikannya dalam Bahasa Inggris.
Usai ke-15 tim berpresentasi dan makan siang, akhirnya saat yang ditunggu-tunggu pun tiba: pengumuman pemenang.
SMAN 71 Jakarta terpilih sebagai pemenang runner-up 2. Sedangkan runner-up 1 jatuh kepada SMAN 1 Singaraja. Dan pemenang utamanya adalah SMAN 1 Bogor.
"Tim pemenang dinilai memiliki alur penyampaian presentasi yang kreatif dan mudah dimengerti. Validitas dan studi pustaka mereka juga kuat," tutur dr. Loa Helena.
Antusias
Menurut pengamatan dr. Loa Helana, sejak program LGSC 2013 berlangsung, minat siswi terhadap dunia forensik sudah terlihat. Khususnya saat presentasi.
"Saat juri memberikan pertanyaan kepada tim di depan, saya lihat beberapa tim lainnya juga berusaha mencari jawaban lewat gadget mereka. Dari cara mereka bertanya saat sesi workshop dari forensik kepolisian juga terbilang kritis," ujarnya.
Antusiasme dan minat para siswi ini tidak lepas dari semakin canggihnya teknologi dan terbukanya akses komunikasi.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Direktir Lembaga Eijkman, Prof.dr.Herawati Sudoyo, Ph.D sebelum melepas para peserta.
"Semakin mudahnya mereka mengakses tv kabel yang menayangkan serial-serial berbau forensik menjadikan bidang ini terlihat lebih cool dan challenging di mata anak muda," tuturnya.
Frisca Erika dari SMAN 1 Bogor mengaku dunia forensik memang sudah menarik perhatiannya sejak dulu. Di waktu senggang, ia biasanya berkunjung ke sebuah laboratorium forensik di Bogor.
"Setelah mengikuti kegiatan ini, pengetahuan saya tentang ilmu forensik semakin luas. Saya semakin tertarik dengan dunia forensik," katanya.
Cikal Bakal Peneliti Handal
Ketua Harian KNIU Prof.Dr.Arief Rachman MPd, berharap acara ini dapat melahirkan cikal bakal para peneliti perempuan Indonesia yang dapat berkontribusi pada kesejahteraan bangsa maupun dunia.
Di mata internasioal, katanya, peneliliti perempuan Indonesia sangat disegani. "Orang UNESCO saat bangga pada peneliti perempuan kita. Apalagi banyak perempuan Indonesia yang memenangkan ajang For Women in Science," katanya.
Ajang internasional tersebut diadakan oleh L'Oréal dan UNESCO untuk memberi apresiasi terhadap prestasi para peneliti perempuan di seluruh dunia.
"Mendidik seorang perempuan sama dengan mendidik semua bangsa," tuturnya.
Lebih lanjut pemerhati pendidikan itu juga menegaskan gerakan penelitian untuk pembangunan bangsa (research based development) dapat tergenderangkan melalui acara ini.
"Tanpa penelitian tidak akan ada pembangungan sebuah bangsa," ujarnya.
Daniel Ngantung