Dibohongi Unas Belasan Calon Bidan Lapor Komnas HAM
Mereka mengadukan kepada Komnas HAM bahwa pihak Unas telah membohongi mereka ketika masuk bangku
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Bintang Pradewo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belasan mahasiswi Universitas Nasional Jakarta (Unas) dari Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi D-IV Kebidanan mengadukan nasib mereka ke Komisi Nasional (Komnas) HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2013).
Mereka mengadukan kepada Komnas HAM bahwa pihak Unas telah membohongi mereka ketika masuk bangku perkuliahan yang dijanjikan bisa mendapatkan pekerjaan menjadi bidan. Padahal, program studi kebidanan belum mendapatkan akreditasi BAN PT.
"Pada saat mau masuk kuliah pihak Unas menjanjikan bisa mendapatkan pekerjaan menjadi bidan dalam brosurnya," kata Inta Karina (20), salah seorang mahasiswi Unas di kantor Komnas HAM.
Inta menjelaskan permasalahan mahasiswa dan alumi prodi D-IV kebidanan Unas adalah tidak diberikannya Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai syarat mutlak praktek bidan di Indonesia. Kalau STR tidak dikeluarkan maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) tidak akan mengakui ijazah D-IV Kebidanan sebagai profesi.
"Dari Permenkes 1796/Menkes/Per/VIII/2011 menyebutkan bahwa calon bidan harus memiliki STR. Kami meminta pertanggungjawaban dari Unas yang telah menjanjikan itu," kata Inta.
Perlu diketahui, hanya keputusan IBI yang menjelaskan bahwa hanya lulusan D3 kebidanan bisa mendapatkan STR. Dari STR itu, calon bidan bisa kerja menjadi bidan di puskesmas, rumah sakit, klinik bersalin, rumah sakit ibu dan anak dan praktek swasta.
"IBI akan memberikan rekomendasi kepada MTKI (Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia) untuk mengeluarkan STR," kata Inta.
Inta menambahkan pihak Unas pernah memberikan solusi agar mereka bisa mendapatkan STR dengan membeli ijazah di Akademi Kebidanan Bakti Bangsa sebesar Rp 5 juta. Padahal pada awal masuk tidak ada perjanjian soal hal itu.
"Pada tahap awal kampus minta Rp 10 juta, tapi sekarang kampus minta 50:50 dalam pembayaran. Sehingga mereka minta Rp 5 juta, namun kami tidak mau bayar," kata Inta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.