Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Selama Sungai dan Waduk Belum Beres, Jakarta Terus Kebanjiran

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui banyak menemui kendala untuk dapat mengatasi banjir.

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Selama Sungai dan Waduk Belum Beres, Jakarta Terus Kebanjiran
Warta Kota/Henry Lopulalan
Rumah padat masih terlihat di salah satu sudut Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (4/6/2013). Warga masih masih berusaha mematok lahan yang belum dibebaskan walaupun Pemprov DKI Jakarta berusaha mempercepat mengembalikan fungsi waduk sebagai kawasan resapan air Jakarta. (Warta Kota/Henry Lopulalan 

Tribunnews.com, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui banyak menemui kendala untuk dapat mengatasi banjir.

Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan terhambatnya program antisipasi banjir, mulai dari faktor penduduk hingga pembangunan rumah susun sebagai relokasi warga bantaran.

"Selama normalisasi sungai dan waduknya tidak beres, pasti akan terus banjir," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Selasa (23/7/2013).

Apabila normalisasi waduk dan sungai itu telah beres, namun intensitas air hujan tetap tinggi, maka menurutnya, Jakarta masih akan dikepung oleh banjir.

Masalah lainnya adalah saat Pemprov DKI akan membebaskan lahan untuk menormalisasi sungai atau waduk itu ialah warga-warga yang mendirikan rumah-rumah liar di bantaran kali.

Basuki mengelak jika Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo disebut menggusur rumah liar di bantaran sungai itu. Ia memperhalus kata 'menggusur' dengan kata 'memindahkan' warga itu ke rumah susun. Untuk membangun rumah susun, kata dia, dibutuhkan waktu minimal sembilan bulan hingga dua tahun.

"Masalahnya mereka mau pindah ke rusun, tapi yang di dekat-dekat situ saja. Makanya, untuk kasus normalisasi Ciliwung, mau enggak mau kita harus mengubah Pasar Rumput dan Pasar Minggu menjadi superblok yang nantinya ada 5.000 unit," kata Basuki.

Berita Rekomendasi

Sementara untuk langkah antisipasi banjir di daerah rawan banjir, permasalahan utamanya ada di penduduk. Menurut Basuki, mereka tidak mau dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi.

Sebagian besar penduduk lebih menyukai tinggal di lokasi yang tanahnya lebih rendah. Mereka tidak mau direlokasi oleh Pemprov DKI, karena mereka memiliki sertifikat tanah asli dan tidak mendirikan bangunan secara ilegal, seperti contohnya rumah-rumah di kawasan rendah, di Bidara Cina, Jakarta Timur.

Hingga saat ini, Pemprov DKI masih berupaya untuk mensosialisasi konsolidasi tanah, dengan membangun rumah susun atau apartemen murah bagi mereka di tanah rendah mereka. Ada warga yang menyambut baik, tetapi tak sedikit pula yang menolak tawaran tersebut. Rata-rata mereka tak ingin menetap di tempat tinggal yang tanahnya tinggi.

"Tapi, kita juga tidak bisa memaksa, kalau kita memaksa di tanah hak mereka, kita melanggar HAM namanya. Kalau kamu mendirikan bangunan di sungai, kemudian saya usir, tidak mengganggu HAM," tegasnya.

Rencananya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI 2014, akan dihabiskan semuanya untuk transportasi dan upaya mengatasi banjir, seperti contohnya relokasi, pembelian alat berat, dan sebagainya.

Kendati demikian, Basuki belum memiliki bayangan rencana APBD yang akan digelontorkan untuk mengatasi dua permasalahan langganan Ibu Kota tersebut.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas