Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Proses Hukum Harus Tetap Berjalan

Semua proses harus berjalan. Saya pribadi tidak perlu masuk penjara, percobaan saja cukup.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Proses Hukum Harus Tetap  Berjalan
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Bangkai mobil Daihatsu Gran Max B 1349 TFN yang terlibat kecelakaan dengan Mitsubishi Lancer B 80 SAL yang dikemudikan oleh putra ketiga musisi Ahmad Dani, Abdul Qodir Jaelani di Jalan Tol Jagorawi KM 8+200, terparkir di Satlantas Wilayah Jakarta Timur, Minggu (8/9/2013). Kecelakaan yang melibatkan tiga mobil yakni sedan Mitsubishi Lancer B 80 SAL, Daihatsu Gran Max B 1349 TFN, dan Toyota Avanza B 1882 UZJ pada Minggu (8/9/2013) sekitar pukul 00.45 WIB tersebut mengakibatkan enam orang meninggal dunia dan sepuluh orang luka-luka. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Bondan Laksamana mengatakan kasus tabrakan maut yang dialami anak Ahmad Dhani, Dul, dan menelan enam korban jiwa dan luka-luka harus tetap berjalan.

Menurutnya, proses penyelidikan, penyidikan, penetapan status tersangka, pelimpahan ke pengadilan dan proses pengadilannya harus berjalan. Sedangkan untuk statusnya yang masih dibawah umur,  tidak ada masalah karena  sudah diatur dalam UU Peradilan Anak yang memberikan “keistimewaan” untuk anak-anak.

“Semua proses harus berjalan. Saya pribadi  tidak perlu masuk penjara, percobaan saja cukup. Kepada orangtua harus ikut dibebani kewajiban-kewajiban seperti yang ada dalam UU Peradilan Anak," kata Ganjar Bondan Laksamana, di Jakarta, Selasa (10/9/2013).

Menurut Ganjar, anak-anak lain juga harus tahu, kalau melanggar hukum akan dihukum. Anak-anak lain tidak boleh dibiarkan untuk mencontoh dari kasus ini kalau dibebaskan begitu saja.

”Akan lebih banyak anak-anak melanggar hukum seperti ini kalau dibiarkan tanpa proses hukum. Mereka harus bisa belajar ada tanggung jawab jika merugikan pihak lain,” ujarnya.

Terkait masih rendahnya hukuman bagi pelaku kecelakaan seperti kasus Rasyid Rajasa  yang hanya diberikan hukuman percobaan, Ganjar menjelaskan ini terkait juga dengan kemampuan pemerintah menangani hal ini.

”Kalau misalnya ada 1000 korban dan ada 500 kecelakaan lalu lintas dalam sehari dan semua harus dipenjarakan, maka akan penuh penjara itu oleh para pelanggar lalu lintas. Makanya hukumannya pun tidak berat maksimal 2 tahun, itupun biasanya terjadi pada sopir-sopir truk yang tidak bisa membayar uang santunan,” ujar Ganjar.(js)

Berita Rekomendasi
Tags:
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas