Asing Dukung Jaringan Teror dan Kelompok Radikal Lindungi Penembak Polisi?
Beberapa kasus kriminalitas dan terorisme masih menggantung dan belum juga terurai, dan pelakunya masih bebas bergentayangan.
Editor: Domu D. Ambarita
Oleh Marsekal Muda (Pur) TNI Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
POLISI jelas bukan malaikat yang harus selalu tahu dengan apa-apa yang terjadi, khususnya yang terkait dengan kejahatan. Beberapa kasus kriminalitas dan terorisme masih menggantung dan belum juga terurai, pelakunya masih bebas bergentayangan.
Misalnya pencurian 250 batang dinamit diantara 10.000 batang dalam proses pengiriman dari Subang ke Bogor. Dinamit seberat 50 kg milik PT Batu Sarana Persada tersebut diperkirakan hilang hari Kamis (27/6), dan diketahui pasti setelah dicek petugas pada pukul 06.00 WIB. Hingga kini barang berbahaya tersebut belum juga diketemukan. Ternyata sulit menemukan barang berbahaya ini.
Kasus pengboman di Vihara Ekayana Jakarta Barat, pada Minggu (4/8/2013) sekitar pukul 19.00 WIB, juga belum tertangkap pelakunya hingga kini. Selain itu, yang menonjol, kasus penembakan terhadap anggota polisi di kawasan Tanggerang (Jalan Cirendeu, Pamulang dan Pondok Aren) , penembak di Pondok Aren sudah diketahui pelakunya.
Pertama atas nama Nurul Haq alias Jeck (28), berperan mengemudikan sepeda motor, pelaku kedua, menurutnya bernama Hendi Albar (30) berperan sebagai penembak atau eksekutor. Sejak diumumkan oleh Polda Metro Jaya pada hari Jumat (30/8/2013), hingga kini belum juga tertangkap.
Menurut Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Inspektur Jenderal Ronny F Sompie, bahwa dua pelaku penembakan, Nurul Haq alias Jeck dan Hendi Albar, sudah diketahui keberadaannya. Keduanya disembunyikan oleh kelompoknya.
"Oleh karena itu, penyidik lebih banyak mengimbau agar kelompok yang menyembunyikan kedua tersangka yang sudah kami ketahui sebagian datanya, serahkan saja," imbau Ronny di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Menurutnya, polisi tidak ingin upaya penangkapan keduanya menjadi caci maki masyarakat sebab, upaya penangkapan keduanya sangat mungkin dilakukan dengan upaya-upaya keras. "Beberapa kali kita melakukan penangkapan, kemudian kepolisian dicerca pola penangkapannya. Sekarang kita lebih mengedepankan pola untuk menyerahkan diri," kata Sompie.
Menanggapi soal penembakan Aipda Pur Sukardi di depan kantor KPK, Mabes Polri melalui Kadiv Hiumas yakin ada kesamaan pelaku penembakan Aipda Sukardi dengan pelaku penembakan anggota polisi di Pondok Aren, Ciputat.
"Dua orang tersangka yang menjadi pencarian Polri yang sudah diekspos, bahwa merakalah pelaku penembakan," kata Sompie di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Rabu (11/9/2013). "Mereka adalah sebuah sindikat. Kelompok inilah yang menyembunyikan kedua tersangka tersebut," kata Sompie.
Dari informasi yang disampaikan oleh Mabes Polri, khususnya Kadiv Humas, tampaknya penembakan dilakukan oleh jaringan atau sindikat tertentu, walau tidak disebutkan sebagai jaringan terorisme. Akan tetapi siapa pun pelakunya, sindikat ini jelas melakukan tindakan teror terhadap anggota polisi. Target mereka jelas dan spesifik.
Motif bisa balas dendam atau dengan sasaran yang lebih luas. Sasaran taktis adalah teror kepada korps baju cokelat (psychological warfare) untuk membuat gentar serta menurunkan kredibilitas polisi. Sementara sasaran strategisnya, menurunkan kepercayaan masyarakat kepada polisi dan membuat takut publik.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan penyelidikan dan penyidikan para penembak anggota polisi tersebut yang penulis katakan kelompok teroris sudah diketahui lokasinya, hanya polisi masih menghitung kemungkinan terjadinya hambatan dari sindikat atau kelompok yang melindungi mereka.
Pertanyaannya, seperti informasi yang penulis pernah dapatkan, adanya kebenaran kemungkinan terbentuknya kolaborasi antara kelompok teror dengan kelompok radikal tertentu yang mendapat dukungan luar?
Mari kita tunggu langkah represif polisi tetapi aman, istilahnya menangkap ikan tanpa membuat air menjadi keruh. Itulah risiko jabatan dan tugas berat polisi di era demokrasi, harus pandai, cerdik dan cermat dalam bertindak. Pelaku dan pelindungnya harus dipisahkan pastinya.
Mungkin yang dihitung, apabila menangkap dengan paksa, salah-salah polisinya bisa dikeroyok warga sekampung. Polisi jelas bukan malaikat yang tahu segalanya, bahkan kini justru mereka yang menjadi target.
Apakah hanya dengan langkah negosiasi untuk menangkap Jeck dan Hendi? Jelas sulit penembak diminta menyerahkan diri pastinya, mereka bersenjata dan berani mati serta nekat. Karena lama tidak tertangkap, pelaku tanpa rasa takut masih saja terus melakukan dar-der-dor, dengan sadis menembaki polisi. Bahkan kini eksekusi sudah dilakukan di Jakarta Pusat.
Yang perlu diingat, Jakarta adalah barometernya Indonesia. Polisi ditembak mati bukanlah hal yang sederhana, tetapi sebuah gangguan keamanan yang sangat-sangat serius. Setelah almarhum Sukardi, bisa-bisa mereka sudah punya target lain? (kompasiana.com)