Pemilihan Wali Kota Bogor Dinilai Banyak Kejanggalan
Junisab Akbar menilai banyak kejanggalan dalam pemilihan calon walikota Bogor, Jawa Barat pekan lalu.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar menilai banyak kejanggalan dalam pemilihan calon walikota Bogor, Jawa Barat pekan lalu.
"Kondisi 'rusuh' yakni saling klaim antar kandidat Walikota Bogor agak sedikit aneh. Ditambah lagi dengan ditundanya pleno penghitungan suara diseluruh Kecamatan di Kota Bogor, yang seharusnya dilakukan kemarin ditunda tanpa alasan yang jelas," kata Junisab dalam siaran persnya Senin (16/9/2013).
Dikatakannya, situasi sepanas itu tidak diperhitungkan oleh KPU sebelumnya. Sehingga dua pasang calon yang sedang bertarung dalam pesta demokrasi harus sampai-sampai 'berkelahi' tanpa wasit. "Wasit itu seharusnya KPUD Kota Bogor," ia menegaskan..
Diketahui, dua cawalkot Bogor, Jawa Barat Achmad Ru'yat yang mendapat dukungan dari incumben dan Bima Arya saling mengklaim telah memenangkan pemilu kepala daerah (Pilkada) Kota Bogor melalui hitung cepat (quick qount) versi masing-masing.
Perhitungan cepat tim Ru'yat-Aim menyebutkan, Pilwalkot berlangsung satu putaran dimana pemerolehan suara terbanyak adalah pasangannya dengan perolehan suara sebesar 35,2 persen.
Sementara diurutan kedua adalah pasangan Bima Arya–Usmar Hariman dengan perolehan suara 31,8 persen suara.
Hitung cepat tim itu dilakukan dengan metode systematic random sampling dari 250 sampel TPS yang melibatkan 81.327 pemilih. Sampling error metode ini sebesar 0,3 persen.
Sementara perhitungan tim Bima Arya mengumumkan keunggulannya dari empat Cawalkot lainnya. Dari hitung cepat yang dilakukan timnya, pasangan calon nomor tiga Bima Arya-Usmar Hariman unggul di Kecamatan Bogor Barat, Bogor dan Bogor Timur.
Angka keunggulan Bima-Usmar diraih dengan 35,0 persen suara. Sementara pasangan nomor tiga Ru'yat-Aim hanya memperoleh 33,1 persen. Hasil perhitungan cepat itu katanya menggunakan metode multistage random sampling.
Junisab menambahkan, ini sangat mengherankan masak hanya pemilihan Walikota saja Bogor meski siaga satu pasca pemilihan.
"Itukan kegagalan KPUD. Kalau KPUD Kota Bogor gagal mengantisipasi hal itu, saran saya KPU Pusat yang harus mengendalikannya. Sebab, itu sudah sesuai Undang-undang," kata dia.
Sementara itu, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Juri Ardianto melihat hal yang lumrah jika ada saling klaim anatara calon Wali Kota Bogor.
“Itu sudah lumrah antar kompetitor sebelum penetapan resmi KPUD. Apalagi, kalau mereka saling tidak percaya dengan sumber angka perolehan suara,” ujaranya.
Ia menambahkan, soal ditunda (pleno) atau tidak, saya belum mendapatkan konfirmasi. Namun, jika tidak ada hal yang signifikan seperti bencana alam penundaan sulit dilakukan.
“Harusnya KPUD tetap konsisten dengan jadual dan tidak terpengaruh dengan hasil survei, quick count atau saling klaim antar kandidat,” ujarnya.