Basuki: Silakan Beli Mobil Murah, Nanti Bayar Setiap Lewat
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak takut terhadap kebijakan mobil murah yang diterapkan pemerintah pusat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tak takut terhadap kebijakan mobil murah yang diterapkan pemerintah pusat.
Bila nanti kebijakan itu membuat warga berbondong-bondong membeli mobil murah, Basuki punya jurus jitu dengan menerapkan biaya tinggi dalam kebijakan Electronic Road Pricing (ERP).
"Enggak masalah, kamu beli saja mobil murah, nanti kamu bayar Rp 100 ribu setiap lewat jalan berbayarnya," kata Basuki, di Balai Kota Jakarta, Minggu (22/9/2013).
Bahkan, Basuki mengaku tidak takut bila nanti tiap warga bisa memiliki hingga 100 unit mobil. Pemprov DKI Jakarta akan meningkatkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB). Sehingga, akan meningkatkan pajak daerah untuk DKI.
Basuki juga menganggap pertambahan mobil bukan penyebab Jakarta terus bertambah macet.
"Kemacetan adalah persoalan orang tidak mau pindah dari mobil pribadi ke umum, karena tidak tersedianya transportasi umum dengan baik," ujar Basuki.
Tarif ERP Melebihi Kajian
Tarif ERP hingga mencapai Rp 100 ribu, lebih tinggi dari hasil kajian yang pernah dilakukan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Dishub DKI beberapa waktu lalu pernah mengusulkan tarif ERP sebesar Rp 6.579 hingga Rp 21.072.
Dalam kajian itu, penerapan ERP akan dibagi menjadi tiga area. Area I, Blok M-Stasiun Kota, Jalan Gatot Subroto (Kuningan-Senayan), Jalan Rasuna Said-Tendean, Tendean-Blok M, serta Jalan Asia Afrika-Pejompongan.
Area II meliputi Dukuh Atas-Manggarai-Matraman-Gunung Sahari serta Jatinegara-Kampung Melayu-Casablanca-Jalan Satrio-Tanah Abang.
Lalu, Area III meliputi Grogol-Roxi-Harmoni, Tomang-Harmoni-Pasar Baru, Cempaka Putih-Senen-Gambir, Cawang-Pluit-Tanjung Priok, Cawang-Tanjung Priok, dan Sunter-Kemayoran.
Selain menerapkan tarif ERP dan pajak kendaraan bermotor yang tinggi, DKI juga akan menerapkan tarif parkir yang tinggi di kawasan yang telah disediakan bus gratis maupun dilewati transportasi umum.
Melalui penerapan tarif parkir on street (di pinggir jalan) yang tinggi, Basuki yakin pengguna kendaraan pribadi akan berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraannya di tengah kota.
Saat ini, DKI masih mengkaji apakah nantinya setelah peredaran mobil murah, DKI dapat menerapkan tarif Rp 6.000-8.000 per jam.
Tarif parkir on street dan off street, menurutnya, harus dibedakan. Tarif parkir on street harus jauh lebih mahal dibandingkan tarif parkir off street.
Upaya tersebut dilakukan agar warga memarkirkan kendaraan pribadi mereka di gedung-gedung. dan melanjutkan perjalanan mereka menggunakan kendaraan umum. Penerapan tarif parkir on street yang mahal juga upaya menghindari parkir liar dan kemacetan ibu kota.
Sementara. untuk pengadaan ratusan bus sedang, Basuki menjelaskan, DKI sedang mengejar pengadaan bus melalui e-catalogue oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Bila tidak melalui LKPP dan tetap melalui kebijakan lelang tender, akan menghabiskan waktu dan sering gagal. Sedangkan pembelian barang melalui LKPP dapat langsung dilakukan dalam jumlah besar.
Salah satu contoh kegagalan lelang tender adalah pengadaan bus sedang. Target awal pemerintahan Jokowi-Basuki mengadakan bus sedang sebanyak 1.000 unit hingga akhir tahun ini.
Namun, karena proses lelang yang rumit, lama, dan menemui kegagalan, maka maksimal hingga akhir tahun, DKI hanya bisa mengadakan bus sedang hingga 400 unit.
"Kalau pengadaan bus saja, kami sudah bisa membeli sampai 50 bus, kami sudah bisa memenuhi jalan utama per 10 menitnya," jelas Basuki.
Aturan mengenai Low Cost and Green Car (LCGC) tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.
Permenperin merupakan turunan dari program mobil emisi karbon rendah atau low emission carbon (LEC), yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang kendaraan yang dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Peraturan itu antara lain menyebutkan tentang keringanan pajak bagi penjualan mobil hemat energi. Ini memungkinkan produsen mobil menjual mobil di bawah Rp 100 juta.
Dengan peraturan itu, mobil dengan kapasitas di bawah 1.200 cc dan konsumsi bahan bakar minyak paling sedikit 20 kilometer per liter, dapat dipasarkan tanpa PPnBM. (*)