Bermasalah, Tanah Pembangunan Kantor Kejari Kepulauan Seribu
Proyek pembangunan kantor Kejaksaan Negeri Kepulauan Seribu yang berlokasi di RW 2 Pulau Karya
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek pembangunan kantor Kejaksaan Negeri Kepulauan Seribu yang berlokasi di RW 2 Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, saat ini sedang berjalan. Tapi, proyek ini diduga masih menyimpan permasalahan terkait kepemilikan tanah.
Permasalahannya adalah tanah yang digunakan masih milik ahli waris bernama Malatun (alm), ibu dari Machran (88). Dan sampai saat ini, Machran mengaku belum pernah mengalihkan kepemilikan tanah tersebut ke pihak manapun.
Itulah sebabnya, Machran kaget ketika mengetahui sebagian tanahnya tiba-tiba akan dibangun kantor kejaksaan. Luas tanah ahli waris sekitar 2.961 meter persegi dan yang akan digunakan untuk pembangunan kantor kejaksaan seluas sekitar 1.059 meter persegi.
“Sekitar bulan Juli 2013, waktu itu ada spanduk tulisannya tanah ini akan dibangun gedung kejaksaan. Saya kaget,” kata Machran yang kini tinggal di Jalan Angkasa Dalam, Kelurahan Gunung Sahari Selatan, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2013).
Kebetulan, masih pada bulan itu juga, Bupati Kepulauan Seribu, Asep Syarifudin, meninjau lokasi rencana pembangunan gedung kejaksaan.
Saat itu, Machran menemui Bupati dan dia menceritakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah milik ahli waris Malatun. Machran mengungkapkan asal muasal tanah tersebut.
Mendengar itu, Bupati berjanji untuk membantu Machran klarifikasi atas kepemilikan tanah tersebut.
“Tenang saja, kong. Kalau itu milik ahli waris, saya pasti bantu. Ini hari Jumat. Orang yang bantu hari Jumat masuk surga,” kata Bupati ditirukan Machran.
Selang dua bulan kemudian setelah kunjungan Bupati, tiba-tiba sudah ada material bangunan di tanah tadi, tanpa ada klarifikasi dari bupati kepada pihak ahli waris.
Setelah itu, ahli waris tanah konfirmasi ke pihak kelurahan. Awalnya, kata Machran, pihak kelurahan tidak mau memberikan respon. Tapi setelah ahli waris menghentikan proses pembangunan kejaksaan, kata Machran, barulah pihak kelurahan bersedia mengklarifikasi terkait tanah.
“Waktu itu kita datang ke rumah pak lurah untuk minta keterangan terkait pembangunan. Lurah menyuruh kita untuk membuat fatwa waris ke pengadilan agama,” kata Machran.
Keesokan harinya atau sebelum membuat fatwa waris, kata Machran, pihak kelurahan mengundang ahli waris ke lokasi pembangunan.
“Waktu kita datang, pihak kelurahan langsung menunjukkan fotokopi sertifikat tanah bukti hak sementara pakai,” katanya.
Menurut Machran, sebelum keluar tanda bukti hak sementara pakai tanah, mestinya ada hak kepemilikan tanah, tapi itu tidak ditunjukkan.