BEM FIB UI Kecam Tindakan Sitok Srengenge
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia mengecam tindakan Sitok Srengenge
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nicolas Timothy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (BEM FIB UI) mengecam tindakan ‘sastrawan’ Sitok Srengenge (SS).
Sitok dikabarkan dilaporkan ke polisi atas tudingan perbuatan tak menyenangkan serta sikap tidak bertanggungjawab terhadap RW (22), salah satu mahasiswi FIB UI. BEM FIB UI mendukung RW yang berposisi sebagai korban yang masih menjadi bagian dari keluarga besar mahasiswa FIB UI.
“Itu adalah perlakuan tidak pantas dan patut diduga sebagai perbuatan pidana asusila serta sikap tidak bertanggungjawab yang dilakukan oleh Sitok karena melukai moral, hak perempuan, masyarakat seni budaya, dan integritas pelaku sebagai seorang ‘seniman’ yang sejatinya menjadi teladan dan paham akan budaya Indonesia,” kata Ketua BEM FIB UI, Saifulloh Ramdani di kampus FIB UI, Depok, Sabtu (30/11/2013).
Saifulloh mengatakan, seluruh elemen mahasiswa yang diwakili oleh BEM FIB UI mendukung segala bentuk perlawanan yang dilakukan oleh korban. Menurutnya perlawanan tersebut adalah bentuk gerakan moral penyadaraan agar tidak ada lagi korban dari kasus serupa di kemudian hari.
Selain korban RW, menurutnya, tidak menutup kemungkinan juga ada beberapa orang lain yang didekati oleh Sitok dengan modus yang sama. Di luar sana, terangnya, tentu timbul pertanyaan mengenai korban Sitok dan orang-orang yang berperilaku serupa.
“Semuanya harus bersuara, korban-korban (Sitok) yang lain harus bersuara untuk membuat argumen kuat bahwa tindakan Sitok Srengenge ini tidak benar. Buktinya akan lebih kuat dengan penyampaian mantan-mantan korban (Sitok) itu. Dan yang dilakukan dia ini adalah kejahatan, menurut saya penting jika korban-korban lain untuk ikut bersuara,”paparnya.
Menjawab pertanyaan beberapa pihak yang menanyakan laporan setelah 7 bulan, menurutnya, ada beberapa hal yang harus kembali untuk ditekankan. Pertama, terangnya, korban mengalami trauma yang sangat dalam dan hampir tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena keadaan psikologis yang sudah lemah sejak awal. Korban diakui Saifulloh baru dapat bercerita setelah mendapatkan dorongan untuk bersuara selama tiga bulan dari teman, keluarga dan para dosen.
“Sitok begitu hebat dan sadisnya mampu membungkam korban hingga trauma,”tegasnya.
Kedua, lanjutnya, secara tegas ini adalah perbuatan asusila, bukan sekadar perbuatan tidak menyenangkan. Undang-undang di negeri ini belum cukup kuat untuk melindungi hak perempuan yang terlukai.
Ketiga, secara norma, perbuatan ini telah melampaui batas, seorang ‘seniman’ yang telah berusia dan layak disebut bapak malah melakukan pemerkosaan dengan kekerasan mental kepada perempuan yang nyatanya adalah adik kelas dari anaknya.
Keempat, perbuatan tersebut melanggar batas norma adat ketimuran.
“Terakhir, kami ingin mengajak seluruh mahasiswa untuk mendukung korban yang masih merupakan bagian dari keluarga di kampus dan menuntut Sitok Srengenge untuk bertanggungjawab,” terangnya.
Lebih jauh Saifulloh menjelaskan bahwa fokus dari BEM FIB UI bukanlah pada identitas korban, tetapi pada kejahatan pelaku. Menurutnya hal ini adalah gerakan moral untuk menyadarkan pelaku dan beberapa budayawan lain yang mempunyai perilaku serupa.
“Ini juga merupakan gerakan untuk menghindari perilaku kekerasan terhadap kaum perempuan yang masih sering terjadi di negeri ini. Ini adalah gerakan untuk melawan tindakan yang berlawanan dengan intektualitas kita. Ini adalah saat kita untuk bicara kebenaran,” pungkasnya.