Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Pengungsi Banjir di Bantaran Rel: Orangtua Saja Menggigil, Bagaimana Bayi?

Rel kereta di sepanjang kawasan Pesing itu di sulap menjadi 'apartemen dadakan' kala banjir. Bagaimana mereka bertahan hidup?

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Kisah Pengungsi Banjir di Bantaran Rel: Orangtua Saja Menggigil, Bagaimana Bayi?
Feryanto Hadi/Warta Kota
Pemandangan yang dapat disaksikan di sepanjang jalur kereta api di kawasan Pesing Koneng, Kedoya Utara, Sabtu (25/1/2014). Sejak dua minggu lalu, ribuan orang dari beberapa RT di sana bertempat tinggal di tenda-tenda pengungsian, di sepanjang bantaran rel. 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi

BESI-besi rel itu terasa bergetar. Sesaat kemudian, suara klakson dibunyikan berkali-kali, pertanda kereta api akan melintas. Ratusan orang segera beranjak dan menjauh dari rel. Beberapa ibu-ibu terus berteriak kepada anaknya yang berusia antara 5 tahun hingga 10 tahun, untuk segera menjauh. Kereta lalu melintas perlahan. Tidak sampai satu menit, gerbong kereta terakhir sudah lewat dari kawasan itu. Orang-orang kembali berbondong-bondong duduk di besi rel.

Seperti itulah pemandangan yang dapat disaksikan di sepanjang jalur kereta api di kawasan Pesing Koneng, Kedoya Utara. Sejak dua minggu lalu, ribuan orang dari beberapa RT di sana bertempat tinggal di tenda-tenda pengungsian, di sepanjang bantaran rel.

Para pengungsi itu sebelumnya tinggal di kampung padat di sisi kanan dan kiri rel. Bilik-bilik kayu kusam berjejer di sana. Ada juga beberapa rumah yang tergolong megah.

Bau lumpur kadang menyengat. Atap dan dinding saling berhimpitan. Tapi ini adalah sebuah kampung kecil yang dihuni mayoritas pekerja informal.

Sabtu (25) kemarin, genangan air di pemukiman itu sudah mulai surut. Di beberapa gang kecil, ketinggian hanya sekitar 30 cm. Padahal, beberapa hari lal, air setinggi 1,5 meter merendam seluruh rumah warga. Itu sebabnya warga mendirikan tenda-tenda di bantaran rel sebagai tempat berlindung siang dan malam.

Cuaca Jakarta yang cerah pada Sabtu ini dimanfaatkan warga untuk membersihkan rumah mereka dari genangan air dan lumpur. Warga juga menjemur berbagai perabotan rumah seperti kasur, bantal, meja dan perabotan lain.

Berita Rekomendasi

Meskipun genangan sudah surut, mereka urung meninggalkan tenda dengan alasan bahaya banjir masih terus mengancam sewaktu-waktu. Seorang warga RT12/02 bernama Istiana hanya bisa tersenyum miris ketika menunjukkan kamar kontrakannya yang berantakan akibat tergenang air selama beberapa hari.

Di kamar berukuran 3 m x 4 m itu, ia bersama suaminya membuat sebuah papan setinggi 1,5 meter, melintang di antara tumpukan barang-barang miliknya.

"Papan itu ya untuk tidur saya dan suami. Tapi kalau mendesak saja. Kalau setiap malamnya saya ngungsi ke rumah tetangga di lantai dua, soalnya di tepian rel sudah penuh," katanya kepada Warta Kota.

Selama dua minggu menjadi korban banjir, pendatang asal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur ini bersama suami hanya mengandalkan bantuan yang datang dari berbagai pihak karena uang tabungan mereka sudah habis.

"Dua minggu ini suami saya ndak kerja. Dia pekerja proyek di Kapuk, tapi karena kawasan itu kebanjiran, dia ndak punya penghasilan," katanya.

Di bantaran rel, di antara lalu lalang pengungsi yang menenteng kantong-kantong berisi sembako sumbangan, seorang lelaki tua duduk mengampar di antara kasur dan bantal yang sedang dijemur. Rokok kretek terus mengepul dari mulut lelaki beruban itu.

Namanya Anizar (58), pengungsi dari RT13/02 yang sudah menempati tenda di bantaran rel mengatakan, cuaca yang masih sulit diprediksi akhir-akhir ini membuat dirinya dan ratusan warga lain tetap bertahan di tenda-tenda pengungsian meskipun genangan air sudah surut.

"Hari ini syukur ada panas, jadi warga bisa menjemur kasur-kasur yang basah. Banyak pula warga yang membersihkan rumahnya meskipun kalau air naik lagi rumahnya kembali kotor," katanya di

Air di rumah Anizar masih setinggi paha, makanya dia dan keluarga besarnya masih bertahan di tenda pengungsian. Ketika berbincang, Ia pun tidak banyak mengeluh soal keberadaannya di sana dalam waktu yang lama.

"Yang paling kasihan itu ya anak-anak, kalau malam dan turun hujan, mereka terlihat kedinginan. Kita saja yang orang tua menggigil, apalagi balita atau bayi?" Kata Anizar.

Ratna (48), ipar Anizar, mengungkapkan, bantuan kepada para pengungsi di sana terbilang cukup. Setiap hari, kata dia, ada saja truk-truk bantuan yang datang. Ratna tidak begitu tahu dari mana bantuan-bantuan itu datang. Tapi dia bakal ingat jika bantuan datang dari seorang calon legislatif (Caleg).

"Kalau caleg yang kasih bantuan, mereka kan selalu datang ke tenda-tenda. Tapi ya itu, setelah memberikan bantuan, mereka bilang, 'jangan lupa ya nanti dicoblos', ha-ha-ha. Ya begitu kalau mereka (para caleg) yang kasih bantuan. Kita sih iya-iya saja saat dia bilang begitu," kata Ratna.

"Sebenarnya ada yang jenguk ke sini saja kami sudah seneng. Itu namanya diperhatiin. Kemarin banyak artis yang ke mari," imbuh Ratna sambil meladeni seorang pembeli di lapaknya.

Ratna memang sengaja memanfaatkan suasana ramai di pengungsian untuk berjualan minuman. Lapak milik Ratna, menyatu dengan tenda berwarna biru sebagai tempat mengungsi dia dan keluarganya.

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas