Sekolah Dianggap 'Cuek', Pengeroyokan Siswa Bertaraf Internasional di Bekasi Berujung Laporan Polisi
Lapor polisi diambil karena orangtua korban menilai sekolah ingkar kesepakatan yang berisi janji mengeluarkan dua siswa sebagai otak pengeroyokan.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buntut aksi pengeroyokan tujuh siswa sebuah sekolah bertaraf internasional di Bekasi, terhadap rekannya, berujung pada pelaporan ke polisi.
Orangtua siswa yang mengaku dikeroyok, mengabarkan telah melaporkan peristiwa tersebut kepada pihak yang berwajib.
Keputusan ini diambil karena orangtua korban menilai pihak sekolah mengingkari kesepakatan yang berisi janji mengeluarkan dua siswa sebagai otak pengeroyokan.
Pada Kamis (20/3/2014) Polres Bekasi Kota telah melakukan BAP kepada korban menyusul laporan keluarga korban pada dua hari yang lalu.
“Pada hari ini, anak saya sudah diBAP oleh Polres Bekasi Kota menindaklanjuti laporan saya dua hari yang lalu. Saya sudah mencoba menahan diri untuk tidak melaporkan secara resmi tindak penganiayaan itu kepada kepolisian yang merespon permintaan sekolah. Selain itu, pihak sekolah meminta agar peristiwa itu tidak diberitakan di media. Meski saya melakukan apa yang mereka minta, tetapi kesepakatan agar kedua anak tidak dikeluarkan belum dilaksanakan juga. Oleh karena itu, saya terpaksa sekali melaporkan secara resmi peristiwa ini agar Sekolah mengetahui akibat dari pelaporan ini,” ujar Julius W, orangtua siswa yang megaku dikeroyok dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Kamis (20/3/2014).
Julius adalah ayah dari JEK, siswa yang mengaku dianiaya tujuh orang rekan sekolahnya. Tindak kriminal itu dilakukan pada 14 Februari 2014 dan diketahui oleh orangtua korban setelah dua saksi siswa perempuan melaporkan kepada pihak sekolah karena mengetahui rencana pemukulan atas diri korban pada pekan setelah kejadian.
Dalam laporannya ke polisi, Julius melaporkan Dvd, Ahd alias Adt, Mch, Do, Rzk, Frrl, dan Ghz . Julius juga melaporkan nama-nama saksi yang berjumlah 11 orang yang juga merupakan kelas 9.
"Dvd dan Ahd atau Adt diduga merupakan otak pelaku dan eksekutor dalam aksi pengeroyokan yang terjadi di Komplek Perumahan Persada Golf, Jatibening, Bekasi selama kurang lebih satu jam," kata Julius.
Tidak ada niatan baik dari sekolah, menurut Julius, sudah terlihat ketika ada laporan masuk. Ada dua siswa perempuan yang menyaksikan peristiwa itu kemudian melaporkan kepada sekolah pada 19 Februari atau lima hari setelah kejadian.
Kedua saksi terpaksa melapor karena tidak menginginkan korban “dihabisi” oleh para pelaku yang rencananya dilakukan pada 21 Februari. Laporan kedua saksi itu baru ditindaklanjuti sekolah pada keesokan harinya tanpa melibatkan orangtua terlebih dahulu.
“Pemberitaan di media masa sepertinya dianggap angin oleh pihak sekolah. Tidak ada niat baik dari pihak sekolah untuk menyelesaikan kasus ini. Dan, bagi saya itu merupakan lampu hijau untuk melanjutkan laporan ke polisi. Biar saja sekolah yang mengurus para pelaku dan bertanggung jawab kepada orangtua masing-masing,” jelas Julius lebih lanjut.
Dalam pertemuan 21 Februari itu, sekolah menganggap selesai aksi pengeroyokan itu dan sehari kemudian, sekolah memanggil orang tua korban.
“Saya tidak menerima cara penyelesaian sekolah seperti itu. Yang saya tuntut adalah, dua pelaku paling brutal dikeluarkan dan pelaku lain dihukum sesuai dengan aturan yang ada,” ujarnya.
Meskipun dalam pertemuan orangtua korban dan orang tua pelaku pada 26 Februari, telah dicapai kesepakatan serta menerima sanksi dikeluarkan dari sekolah, sang Kepsek, kata Julius, tidak segera mengambil tindakan.
Hingga 10 Maret, kedua pelaku Dvd dan Adt tetap masuk sekolah seperti biasa dan hanya dikenakan sanksi skorsing. Ketidakseriusan pihak sekolah dalam mengambil tindakan tegas dikhawatirkan akan merembet pengulangan lagi terhadap peristiwa semacam itu.
“Silakan untuk diaudit tentang perilaku para murid GPS serta ada tidaknya peristiwa serupa yang pernah terjadi tetapi ditutupi oleh sekolah. Saya kira ini, bukan aksi kriminal anak-anak sekolah terhadap rekannya, jika dilihat dari cara penyelesaian sekolah seperti itu,” ujar Julius.
Adapun Tribunnews.com belum mendapat konfirmasi dari pihak sekolah terkait kasus ini. Kepala sekolah, Yuli Tan, sulit dihubungi untuk dimintai keterangan. Nomor yang menyasar Yuli Tan diakui bukan milik dari kepala sekolah tersebut.