Dituduh Aniaya Murid, SLB Imaculata: Itu Fitnah
Menurut Yanuar, Luka lebam terjadi karena adanya indikasi penyakit kelainan imunitas yang disebut Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP).
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Yayasan Imaculata —yang mengelola SBKSMI— Yanuar mengatakan, laporan TH, orang tua korban yang menduga adanya mengalami kekerasan fisik di sekolah tersebut, adalah fitnah dan tidak benar.
Menurut Yanuar, luka lebam yang diderita korban terjadi karena adanya indikasi penyakit kelainan imunitas yang disebut Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP).
"Jadi, itu luka lebam disebabkan penyakit ITP. Orang yang menderita penyakit tersebut, tidak dipegang pun bisa lebam sendiri. Muncul sendiri biru-biru di tubuhnya," katanya saat ditemui di Komnas PA, Jakarta Timur, Senin (9/6).
Mengenai luka bakar yang ditemukan di kedua telapak kaki korban, Yanuar menyebut luka tersebut akibat dari pengobatan alternatif dengan terapi moxa, obat tradisional Tiongkok yang tengah dijalani SAH.
"Kalau dibilang ada kekerasan seksual, itu sangat tidak mungkin. Guru kami perempuan semua, ada 32 guru wanita yang menangani 40 anak," jelasnya.
Pihak sekolah juga berpendapat, perilaku SAH tak terkendali. SAH dianggap sebagai anak yang pandai berbohong dan memanipulasi keadaan.
Gadis 14 tahun itu juga dinilai tidak bisa mengendalikan emosinya dan berbicara kasar serta saat marah akan melemparkan benda apapun di sekitarnya.
"Dia juga pernah memukul bayi dan oma yang sudah jompo. Anak yang autis itu juga mempunyai perilaku mengorek-ngorek kemaluannya sendiri," ucapnya.
Yanuar menambahkan, orangtua SAH mencoba memeras pihak sekolah. TH meminta sejumlah uang untuk ganti rugi untuk biaya perawatan rumah sakit.
"Orang tuanya sempat meminta uang Rp35 juta untuk biaya rumah sakit dan biaya bulanan Rp11 juta. Bahkan Pak TH juga mengancam kalau tidak dikasih akan memblow up ke media," katanya.
Semula, pihak sekolah berinisiatif membantu biaya rumah sakit sebesar Rp20 juta. Hal itu didasari karena rasa kemanusiaan dan pengakuan orangtua korban yang mengatakan dari golongan orang tak mampu.
"Saya sudah transfer Rp5 juta, demi kemanusiaan. Saya pikir mungkin memang bayar rumah sakit mahal. Sisanya saya berniat kasih langsung," tutur Yanuar.
"Namun, setelah saya ke rumahnya, ternyata bukan orang tak mampu, mereka orang berada. Jadi, saya urungkan untuk memberi tambahan Rp15 juta," jelas Yanuar.(Warta Kota Cetak)