Silpa Membengkak, DPRD Depok Nilai Kinerja Nur Mahmudi Tahun 2014 Sangat Buruk
Prediksi meningkatnya silpa lantaran hingga Agustus 2014 anggaran APBD murni baru terserap 30 persen dari total Rp1,4 triliun
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Depok menilai kinerja Pemerintah Kota Depok di bawah pimpinan Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail di tahun 2014 ini adalah yang terburuk dalam lima tahun terakhir.
Hal itu tercermin dari perkiraan sisa lebih penghitungan anggaran (silpa) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok yang tak terserap.
Diperkirakan silpa di akhir tahun 2014 nanti mencapai Rp 600 miliar atau meningkat dibanding tahun 2013 lalu yang sekitar Rp 582 miliar, dari total APBD Kota Depok sebesar Rp 1,4 triliun.
Ketua DPRD Kota Depok, Rintis Yanto mengatakan, taksiran besaran silpa yang mencapai Rp 600 miliar itu, diketahui setelah dalam rapat Paripurna pembacaan nota keuangan RAPBD perubahan Kota bersama Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail pada Kamis (14/8/2014) lalu terungkap bahwa sejumlah kegiatan pekerjaan baik fisik dan non fisik di sejumlah dinas yang dibiayai dari APBD belum juga dilaksanakan sampai Agustus 2014 ini.
"Sampai sekarang pekerjaan itu belum dilaksanakan. Jadi kami perkirakan laporan keuangan mereka akan ada pembengkakkan silpa mencapai Rp 600 miliar. Ini makin menegaskan bahwa tahun ini adalah tahun terburuk dari pelaksanaan program kerja yang dirancang Pemkot Depok," kata Rintis kepada Warta Kota, Minggu (17/8/2014).
Rintis menjelaskan, prediksi meningkatnya silpa lantaran hingga Agustus 2014 anggaran APBD murni baru terserap 30 persen dari total Rp1,4 triliun.
"Sedangkan, sisa anggaran 70 persen lagi tidak akan terserap secara maksimal karena waktu tersisa hanya 4 bulan untuk pengerjaan dan pembuatan laporan pertanggungjawabannya yang akan diajukan pada akhir tahun nanti," papar Rintis.
Ia menilai rancangan program kerja Pemkot Depok sudah bagus, namun sistem kerjanya membuat banyak hal progran yabg dirancang tidak berjalan. "Ada banyak kebijakan dan aturan baru yang dilakukan sehingga semua mandek ditengah jalan. Mau kapan lagi mereka melaksanakan kegiatan itu sedangkan sekarang ini sudah mepet dengan akhir tahun," tegas Rintis.
Menurutnya membengkaknya silpa pada tahun 2014 ini, menunjukan Pemkot Depok tidak mampu merealisasikan belanja daerah yang sudah direncanakan sebagaimana memaksimalkan pelayanan dasar ke masyarakat.
"Yakni, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perbaikan lingkungan, hingga perhubungan. Apalagi kebijakan anggaran itu sangat berhubungan dengan pencapaian prestasi kinerja dan penyerapan anggaran yang telah disiapkan, namun tidak mencapai hasil yang memuaskan alias gagal," katanya.
Faktor lain yang menambah buruknya kinerja Pemkot Depok itu, tambah Rintis, tidak adanya manejemen waktu yang baik dalam pengelolaan program yang dijalankan.
"Dan dampak buruk atas tidak terserapnya anggaran itu menyebabkan silapa terus bertambah setiap tahun tanpa terkendali," katanya.
Hal ini, menurut Rintis, menunjukkan lemahnya realisasi program yang dilakukan Pemkot Depok.
"Di sisi lain terjadi defisit tahunan, sehingga seolah-olah silpa tercipta dan terencana untuk menutup defisit anggaran. Ini yang harusnya mendapatkan perhatian dari Walikota agar dapat merumuskan pola anggaran yang sehat. Sehingga kedepannya Depok dapat memperoleh predikat WTP, dimana berdasar pada kondisi keuangan yang sehat, dinamis, tranparan dan akuntabel," ujarnya. (Budi Malau)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.