Setelah Investigasi, Polisi Diminta Segera Otopsi Jenazah Terdakwa Kasus JIS
Saat ini Propam Polda Metro Jaya sedang melakukan investigasi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya akhirnya melakukan investigasi untuk mengungkap dugaan penyiksaan terhadap terpidana pekerja
kebersihan PT ISS, saat proses pemeriksaan kasus tuduhan pelecehan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS). Polisi akan menelusuri
kejanggalan-kejanggalan yang terjadi selama proses penyidikan kasus ini.
Komisioner Kompolnas, Andrianus Meliala mengatakan, polisi mulai melakukan investigasi setelah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)
mengirim surat ke Polda Metro Jaya agar melakukan investigasi laporan penyiksaan tersebut pada Februari lalu.
Surat juga dikirimkan ke Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial, untuk mengawasi jalannya persidangan kasus JIS yang saat itu masih berjalan dengan terdakwa dua guru JIS.
"Saat ini Propam Polda Metro Jaya sedang melakukan investigasi. Kita harapkan secepatnya selesai sampai tuntas, Propam sudah merespon surat
dari kita," kata Adrianus, kepada media, Kamis (7/5/2015).
Hasil dari investigasi Satuan Pengawas Internal Polda Metro Jaya (SPI PMJ) tersebut juga harus mengungkap penyebab kematian Azwar yang meninggal saat berada dalam proses pemeriksaan oleh para penyidik dari Polda Metro Jaya," sambung Adrianus.
Azwar adalah salah satu pekerja kebersihan PT ISS yang ikut ditangkap polisi setelah mendapat laporan dugaan sodomi terhadap MAK.
Kejanggalan yang sangat jelas adalah saat dikembalikan ke keluarganya, jenazah Azwar terlihat bengkak, matanya lebam dan bibirnya pecah.
Meskipun demikian, pihak penyidik menyatakan Azwar bunuh diri.
Selain Azwar, ada lima pekerja kebersihan PT ISS diduga mengalami penyiksaan seperti ditendang, dipukul dan tubuhnya disudut rokok serta
jari dijepit bangku sambil diduduki polisi. Menurut Andrianus, bukti dugaan penyisaan tersebut sudah kuat dengan adanya foto, pengakuan
para terpidana dan keterangan keluarga mereka. Selama proses penyelidikan, mereka tidak didampingi pengacara.
Mereka disiksa supaya mengakui telah melakukan pelecehan seksual terhadap MAK seperti laporan TPW selaku orang tua pada bulan Maret
2014 lalu. Akhirnya, Azwar meninggal karena tidak kuat menahan siksaan tersebut. Mereka pun mencabut keterangan yang ada dalam Berita Acara
Penyidikan (BAP) dalam sidang perdana mereka bulan Agustus 2014.
Pada akhir Desember 2014 lalu, mereka telah divonis hukuman 7-8 tahun atas tuduhan pelecehan seksual terhadap MAK. Saat ini mereka sedang
melakukan tahap banding di tingkat pengadilan demi mendapat keadilan dan terbebas dari hukuman untuk tuduhan yang mereka tidak lakukan
terhadap MAK.
"Kita minta investigasi semuanya termasuk untuk makam almarhum Azwar, harus digali untuk mencari bukti penyiksaan tersebut," kata Adrianus.
Sementara itu, anggota PP Muhammadiyah sekaligus Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya, menambahkan,
untuk almarhum Azwar, jika melihat dari fisik sebelum dimakamkan, maka kecil kemungkinan korban bunuh diri. Sebab ada bekas kekerasan di
tubuh Azwar yang tidak masuk akal jika yang bersangkutan melakukan bunuh diri dengan menenggak cairan pembersih lantai.
"Secara kasat mata, dari fisik sesuai foto yang saya terima maka kondisi almarhum Azwar bukanlah kondiri seseorang bunuh diri.
Pengalaman saya 15 tahun bergulat di dunia penelitian kriminal, terpaksa harus saya simpulkan Azwar bukanlah bunuh diri," jelas
Mustofa, yang pernah menjadi Tim Pencari Fakta meninggalnya artis Alda.
Jadi, polisi tidak hanya cukup melakukan investigasi, tetapi juga harus melakukan otopsi terhadap jenazah korban. Selama ini, polisi
selalu menolak untuk melakukan otopsi terhadap jeazah Azwar. Dengan otopsi, fakta-fakta apa yang sebenarnya terjadi di balik kematiannya
akan bisa terungkap dengan jelas.