Tolak Konsesi Asing, Buruh JICT Kirim Surat Terbuka ke Presiden
Serikat Pekerja (SP) menuntut Presiden Joko Widodo untuk menghentikan proses perpanjangan konsesi JICT oleh Pelindo II.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ratusan Pegawai PT Jakarta International Container Terminal (JICT) yang tergabung dalam Serikat Pekerja (SP) menuntut Presiden Joko Widodo untuk menghentikan proses perpanjangan konsesi JICT oleh Pelindo II.
Pasalnya hal tersebut dinilai mengedepankan aksi korporasi ketimbang berdaulat atas aset strategis nasional.
"Kami kirim surat kepada Presiden terkait proses perpanjangan konsesi JICT yang penuh kejanggalan dan tidak transparan. Presiden harus turun tangan," kata Ketua Umum SP JICT, Nova Hakim, Rabu (8/7/2015).
SP JICT meminta Presiden untuk menghentikan proses ini karena harga jual aset negara yang murah, proses yang menabrak aturan dan tidak ditender terbuka. "Kami sampaikan surat terbuka ini kepada Presiden agar turun tangan dan menghentikan proses aksi korporasi yang berpotensi merugikan negara ini," kata Nova.
Nova menambahkan, konsesi JICT habis empat tahun lagi dan kembali ke negara tanpa harus susah payah. Proses alih pengetahuan dan teknologi sudah cukup. Selain itu perusahaan ini sangat sehat secara keuangan dan negara tidak dalam keadaan genting seperti 1999 sehingga harus dijual ke asing.
“JICT pun menjadi acuan pengelolaan pelabuhan di Indonesia dan 99 persen dikelola oleh putra putri bangsa selama 16 tahun,” ujar Nova.
Perpanjangan konsesi JICT oleh RJ Lino diklaim transparan karena melibatkan BPKP, Kejaksaan Agung dan tim Oversight Committee. Tim Oversight Committee merekomendasikan proses ini dilakukan secara terbuka, namun Nova menilai RJ Lino diduga tidak mengindahkan hal tersebut.
Alhasil harga jual JICT hanya 215 juta dolar AS, lebih murah dibanding 1999 karena Hutchison ditunjuk langsung. Rekomendasi BPKP juga mengingatkan ada risiko tuntutan Post Biden jika dilakukan tender tertutup. "Untuk itu kami sudah siapkan kajian dan siap uji publik dengan Dirut Pelindo II,” kata Nova.