Bocah Penuh Luka Disuruh Bapaknya Ngemis, Kalau Sehari Tak Dapat Rp 50 Ribu Ia Dipukuli
Rencananya SRP akan dibawa ke rumah aman perlindungan anak, di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - SRP, bocah perempuan berusia 8 tahun mengalami luka-luka disekujur tubuhnya akibat penganiayaan yang diduga dilakukan orangtua dan keluarganya.
Kondisi SRP yang cukup mengenaskan dirawat oleh Bunda Ari, pedagang soto di Jalan Kalimanggis, disamping Plaza Cibubur, Kabupaten Bekasi, yang berbatasan dengan wilayah Harjamukti, Cimanggis, Depok.
SRP akhirnya dievakuasi oleh Tim Reaksi Cepat (TRC) Perlindungan Anak, untuk mendapatkan perawatan, Jumat (16/10/2015) siang. Rencananya SRP akan dibawa ke rumah aman perlindungan anak, di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Nia, salah satu anggota TRC Perlindungan anak, mengatakan dari pengakuan SRP, bocah perempuan itu bersama orangtua dan keluarganya tinggal di kawasan Gunung Putri, Bogor.
Menurut Nia, SRP dipaksa ngamen dan mengemis setiap harinya oleh keluarga mereka. "Minimal SRP harus menyetor uang Rp 50 ribu ke keluarganya," kata Nia, Jumat (16/10/2015).
Jika tidak mendapatkan uang sebesar itu, maka Nia akan dianiaya dan dipukuli oleh ayah dan kakak tirinya.
"Jadi karena sering dikasari oleh ayah dan kakak tirinya, SRP ini kabur dari rumahnya di Gunung Putri, Bogor. Ia jalan kaki dan naik angkot, sehingga sampai di Plaza Cibubur ini dan dirawat oleh Bunda Ari, pedagang soto," kata Nia.
Menurut Nia, puncaknya SRP takut pulang ke rumah, Kamis (15/10/2015) karena hanya mendapat uang dari mengamen dan mengemis Rp 47.000. SRP lalu pergi dan kabur hingga sampai di samping Plaza Cibubur.
Kondisi SRP yang mengenaskan membuat Bunda Ari, pedagang soto akhirnya merawatnya. Bunda Ari lalu melaporkan peristiwa ini ke Unit Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak, yang akhirnya mengevakuasi, SRP, Jumat siang.
"Apakah pernyataan SRP ini benar atau tidak, masih kami dalami. Yang jelas kondisinya cukup mengenaskan dan ia kami selamatkan dengan kami rawat dulu luka-lukanya," kata Nia. (Budi Malau)