Usai Digerebek, Seluruh Kios di Pasar Pramuka Pojok Tutup
Anggota Subdit Jatanras Polda Metro Jaya menggerebek Pasar Pramuka Pojok, Jl Salemba Raya, Jakarta Pusat
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Subdit Jatanras Polda Metro Jaya menggerebek Pasar Pramuka Pojok, Jl Salemba Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (21/11/2015).
Dari puluhan kios yang ada disana, pantauan Tribunnews.com, Minggu (22/11/2015) ada lima kios yang dipasangi garis polisi, karena diduga terlibat dalam sindikat pembuatan ijazah dan KTP palsu.
Biasanya ijazah, KTP, hingga kartu keluarga palsu ini banyak dipesan oleh para pelaku kejahatan untuk membuka rekening di bank guna menampung hasil kejahatan mereka.
Tidak seperti biasanya, Pasar Pramuka Pojok yang umumnya ramai kini seperti mati suri. Sama sekali tidak ada aktivitas disana. Seluruh kios yang menawarkan jasa pengetikan, percetakan, hingga terjemahan bahasa asing tutup total.
Pantauan Tribunnews.com, hanya ada satu warung yang buka yakni warung makanan dan minuman. Wati (37) pemilik warung mengatakan setelah digerebek kemarin memang hari ini sama sekali tidak ada kios yang buka.
Di pasar tersebut, satu-satunya warung yang buka ialah milik Wati yang terletak di pinggir pasar.
"Yah sekarang kios tutup semua, yang buka cuma saya. Jadinya sepi. Padahal biasanya pemilik warung dan orang-orang yang ke sini pada banyak yang jajan," ujar Wati.
Terpisah, Kasubdit Jatantas Polda Metro Jaya, AKBP Herry Heryawan mengatakan penggerebekan ini merupakan pengembangan dari jaringan penipuan "Mama minta Pulsa" yang telah ditangkap beberapa waktu lalu.
Diutarakan Herry, dari penggerebekan pihaknya mengamankan 23 orang, dimana enam diantaranya merupakan pemilik kios. Saat ini 23 orang itu beserta barang bukti sudah dibawa ke Polda Metro Jaya.
"Jaringan penipuan mama minta pulsa ternyata membuat data untuk rekening palsu di kios-kios ini, makanya kami gerebek Pasar Pramuka Pojok," tegas Herry.
Herry melanjutkan beberapa barang bukti yang disita pihaknya yakni Printer, scanner, monitor, stempel, serta beberapa dokumen.
Atas perbuatannya para pelaku diancam Pasal 263 dan 266 KUHP, tentang pemalsuan surat dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.